Saturday, September 5, 2015

Just Ex-officemates, Not Ex-Bestfriend.

Senin, 27 Juli 2015.

Hari ini saya memutuskan untuk resign dr kantor ini.
Sedih yang mendalam begitu kental terasa. Banyak sekali moment yang tertinggal di otak saya yg bisa dikenang manis dr setiap sudut ruang tempat ini.
Tawa dan kehangatan yang sangat khas di kantor ini mampu membuat saya bertahan lebih dari dua tahun bekerja bersama mereka.
Teman-teman hebat seperti Denta, Wahyu, Fair, Amary, Audry, Bengky, Niken, Isma, Safeth, Rangga, Pak Anto, Emak Rizka adalah orang-orang hebat yang mampu membekaskan kenangan baik di pikiran saya. Orang-orang ispiratif yang membuat saya selalu tersenyum mensyukuri hari hari saya, berangkat kantor di pagi hari selalu menjadi menyenangkan karena bayangan-banyangan seru tentang apa yang akan terjadi seharian nanti. Cerita-cerita lucu atau planing-planing liburan bersama utk mengunjungi tempat-tempat baru. Percayalah, di kantor ini saya merasa seperti tidak dalam atmosphere bekerja, tidak merasakan pressing, deadline-deadline pun kami lalui dengan baik dan menyenangkan. Begitu homey.
Namun bebrapa pertimbangan membuat saya memutuskan untuk pergi. Saya tidak pernah ada masalah baik secara hubungan personal maupun pekerjaan terhadap siapapun disini. Saya hanya merasa mendapat peluang yg lebih baik di perusahaan lain,baik dari segi posisi maupun sallary yang saya yakin bisa meng upgrade value saya. Belajar lebih banyak di tempat baru dan merasa tertantang untuk mencoba. Itulah alasan saya.
Mojokerto adalah tempatnya. Selama saya masih bisa menjangkau Malang saat weekend untuk liburan bersama dengan mereka seperti dulu itu gak jadi soal sih.
Kita hanya tidak bekerja di atap yang sama dan makan siang tidak di meja yang sama. Hanya itu.
Dan hubungan pertemanan pun akan terus belanjut kan.?

"Pak Anto, saya submit email pamitan ke semua temen kantor ya pak?" saya chat ke boss saya melalui PC untuk meminta ijin.
"Iya za, hiks." ketik bos saya singkat. Aneh rasanya melihat boss saya yang biasanya tampil formal sekarang ada tambahan "hiks" dalam messager nya.
"Ini bukan "good bye" pak, hanya "see you later" kok."
"Dimanapun, sukses ya za." Dia menyemangati.
"Terima Kasih Pak."

Menjelang sore, saya berkeliling kantor, warehouse, laboratorium, basecamp enginering dan ruang produksi untuk berpamitan. Ini bukan kali pertama saya pindah kerja dan mengalami perpisahan, namun tetap saja moment pamitan selalu menjadi hal yang berat.
Pak Anto dan Denta memeluk saya dengan hangat dan lama, saya sangat kehilangan mereka sebagai rekan kerja. Di luar sana nanti, kami akan hanya teman berhaha-hihi tanpa ada bahasan pekerjaan sebagai topik pembicaraan.


Sukses untuk kalian semua.
Jadilah orang yang mampu berkembang dengan baik. Dimanapun.

 
Sabtu, 1 Agustus 2015.

Egar ke Malang.
Saya Mulai bekerja di kantor baru sejak jumat kemarin. Ini adalah hari kedua, dan jam operasional kantor hanya sampai setengah hari.
Jam 3 sore Egar menjemput saya ke Mojokerto dulu.
Dia membantu saya untuk pindahan. Beberapa kebutuhan kecil dan pakaian perlu saya bawa ke Mojokerto.
Dia berencana nginap di Malang dan kita akan kembali ke mojokerto Minggu besok.
"Aku takut gak akan ke Malang lagi dalam waktu yang lama. Aku pingin jalan jalan, menikmati kota yg sejuk dan kuliner di beberapa tempat." Kata dia.
"Iya." Tak ada kalimat lagi yang terucap. Tercekat di pangkal lidah. Membyangkan betapa rumitya hubungan kami nanti pasca pernikahannya.
Jalanan macet mulai dari Taman Dayu di Pandaan, Lawang, Singosari dan Karangluh tak membuat saya merasa jenuh. Duduk diam bersama Egar sepanjang Jalan meski dalam kondisi saling membisu tak pernah menjadi hal yang sia-sia atau buang waktu. Apapun bersamanya terasa sangat lebih baik dan berharga.
Kami tiba di Malang jam enam petang. Kami istirahat sejenak lalu mandi. Setelah itu kami pergi untuk makan malam. Warung Subuh di Jalan Raya Langsep adalah tujuan kami, semacam pusat jajanan dan makanan yg lumayan terkenal di Malang yang buka hingga jam dua dini hari.
Disana kami ketemu Hadi, dia teman Egar, "seperti kami" juga. Egar mengantarkan undangan agar Hadi berkenan hadir datang di acara resepsinya.
Ngobrol membuat kami bertiga tak menyadari bahwa waktu sudah menunjukan pukul 10 malam.

"Ikhlaskan. Apa yang kamu harapkan? Tinggal menunggu hari saja kan. Dan anggap semua tentang kalian berdua sudah buyar, meski tidak buyar, anggaplah saja begitu. Terus mengharapkan hanya akan membuat sakit hati." Kata Hadi menyimpulkan saat kami akan berpisah. Egar berada di Toilet saat itu.
Sudah, Logika saya sudah berkata dengan lugas mengenai ini, jauh hari sebelumnya saya sudah menyadari apa yang dibicarakan Hadi barusan, namun perasaan jauh lebih tajam, membungkam nalar dan membutakan mata. Tidak, tidak buta, hanya pura-pura tidak melihat, pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
"Tuhan Maha Baik, kamu menyadari? dalam kondisi ini kamu diberi pekerjaan baru, karir baru, posisi baru dan tentunya sallary baru sebagai penyemangat. Dia tidak serta merta memberimu tulah, tapi ada pemanis yg harusnya kamu mensyukurinya. Lupakan Dia. Besok akan ada teman baru, pekerjaan baru, tantangan baru. Be Brave Za. Kamu masih muda, kejar semua dan jangan membuang waktumu sia-sia."kata dia panjang lebar.
Saya diam. Sulit sekali menelan ludah. Beberapa detik saya tersulut semangat atas simpatinya, namun kemudiam saya kembali masih sulit untuk faham.






No comments:

Post a Comment