Tuesday, September 8, 2015

Gamang

05 September 2015.

Sudah tiga minggu saya tidak ketemu Egar, kali ini saya datang ke Surabaya utk menemuinya.
Kangen yang selama ini ditahan benar-benar menuntut untuk di beri penawar.

I Can't Stand

Rabu, 19 Agustus 2015.

Dua hari pasca pernikahan Egar.
Saya tak kuat untuk menahan tidak berkomunikasi dengan dia. Akses untuk bicara tak semudah dulu. Saya harus tau diri dan mengalah.
Ini tak mudah. sangat tak mudah. Saya merasa tersiksa. Di perparah dengan lingkungan baru yang berusaha keras untuk bisa adaptasi. Masalah-masalah baru di kantor. Suasana Mess tempat tinggal yg baru.
Kesendirian semakin memperkeruh semua. Terbayang hal yg semakin membuat sedih dan merasa bahwa saya orang paling nelangsa. Tak ada Denta atau teman teman lain sebagai tempat saya lari untuk meminta sedikit lelucon agar saya tertawa. Egar pun juga sulit untuk dihubungi utk hanya sekedar menceritakan apa saja yang saya lalui di kantor seharian tadi.
Dia menghilang.
Tawa hingga adu argument, bercanda hingga bertengkar yang dulu adalah hal biasa kini mulai dirindukan. Bukankah memang seperti itu kadang? Saat kita merindukan seseorang, segala hal biasa yang dulu dilakoni bersama sekarang menjadi kenangan istimewa yang mendadak ingin diulang. Benda-benda kecilpun yang dulu sangat remeh temeh sekarang menjadi barang berharga yang mengingatkan kembali pada moment yang pernah dilalui.
Menghapus kenangan tak semudah menformat sebuah flasdisk kan? sekali klik dan semua memory hilang.
Butuh tenaga Luar biasa untuk tampak seolah-olah baik-baik saja. Menghibur diri dengan bekerja dan menenangkan hati dengan berdoa

Ada panggilan masuk pukul tujuh malam, saya seketika loncat dari kasur dan meraih hape saya di meja. Saya kira Egar, ternyata Denta.
"Haloo.." Suara dia di seberang sana.
"Hey, tumben telpon. Gak kencan sama Annisa?" Biasanya jam pulang kerja dia memang langsung apel ke ceweknya.Dan itu hampir tiap hari.
"Gak, biar bisa telpon kamu." Katanya menggombal.
"Hmmm..bibirmu Muaanisss..." Seketika gelak tawa mulai pecah.
Obrolan berlangsung lama hingga 45 menit. Dia tau betul perasaan saya saat ini. Dia sudah menebak jauuuuuuh hari dulu "Kamu pasti berat saat nanti awal-awal Egar nikah." Dan sekarang dia hadir untuk menghibur.
Dia menceritakan kondisi di kantor. Yang seperti biasa selalu ada saya cerita yang bisa diceritakan. Dan saya juga menceritakan kondisi kantor baru saya serta proses adaptasi yang dimana-mana pasti agak susah-susah gampang.
"Jangan sedih. Rasa sedih gak akan berlangsung lama kok. Jangan terlalu dipikirkan. Dia sekarang sudah tidak seperti dulu kondisinya. Memikirkannya terlalu dalam hanya akan sia-sia." Kata Denta di ujung pembicaraan telpon.
Telpon ditutup.
Obrolan bersama dia masih melekat di ingatan. Saya masih tersenyum-senyum sendiri mengingat cerita-cerita dalam telpon tadi.
Malam semakin larut. Tak ada tanda-tanda orang yang di harapkan akan menghubungi saya sesuai yg di harap.

Semakin sedih saja.
Arrrghhhhhhhhhhh....
Saya mandi.. selarut malam ini saya membiarkan diri saya berlama lama meringkuk di bawah shower.
Merasakan kucuran air yang menerpa punggung dan kepala saya, merasakanya mengalir melalui ujung rambut ke muka saya.
Sendiri membuat saya berbincang-bincang banyak dengan suara yang ada di kepala. Dialog-dialog pertentangan antara jalan pikiran dan hati yang tak searah. Tak ada ujung, tak tahu siapa yang menang dan kalah, ah hanya debat kusir. Hingga saya mulai menggigil dan memutuskan utk menyudahi. Mengambil handuk, membasuhkan wudhu dan sholat isya.

Beginilah orang galau, melihat minyak angin saja sudah mewek, melihat inheler aja udah mau nangis, melihat charger power bank aja udah sedih gak karuan. Huft.
Egar suka sekali dengan minyak angin dan minyak kayu putih, dia membawa nya kemana-mana. Dan di ujung meja sana ada minyak angin Egar yg sengaja dikasihkan saya jika sewaktu-waktu butuh. Benda kecil sialan itu tidak membantu saya sama sekali hari ini. Dia hanya semakin membuat resah.
Begitu juga dengan inhaler, dia suka sekali pakai inhaler. Egar memberinya beberapa utk ku. Dia beli saat di bangkok kapan lalu, saya yang pergi membelikanya di 7eleven di Khaosan Road waktu itu...sedikit ingatan akhirnya meluber membuka banyak kenangan lain selama di Thailand, semakin terbuka lebar semakin sakit seperti luka yang memborok.

Saya memutuskan utk memejamkan mata, tapi tak bisa. Berbalik ke kanan dan kiri.
Telpon berbunyi, dan Egar akhirnya menyadari bahwa ada orang yang jauuuh berada dari rumahnya sedang menunggu dan mengharapkanya.
"Haloo.. sudah tidur?" Kata dia membuka percakapan.
"Belum, menunggumu."







Sunday, September 6, 2015

Happy Wedding..

Senin, 17 Agustus 2015.

Campur aduk.
Saya berusaha keras untuk mampu menerima kenyataan bahwa hari ini pasti akan datang.
Hari dimana apa yang menjadi milik saya harus di pasrahkan agar hidup bersama dengan orang lain.
Selamat Menjalani kehidupan baru.
Slide-Slide foto prewedding Egar dan Lea begitu meriah terpampang di layar LCD raksasa di dalam Ball Room, sisi kanan dan kiri, di aluni lagu lagu romantis yang menyita perhatian semua undangan yang jumlahnya hampir seribu orang.
Serangkaian video prosesi pemberkatan pernikahan pagi tadi yang di putar membuat saya sangat terharu. Bagaimanapun pernikahan selalu membuat perasaan saya menjadi seperti ini.
Semua yang hadir datang dengan pasangan mereka masing masing, dengan suami atau istrinya, dengan pacarnya, dan banyak yang saya tahu teman Egar yang "seperti kita" datang dengan "boyfriend" nya masing masing. Dan saya, duduk disini, memandanga Egar dari jauh, yg tersenyum nanar di tengah sorotan lampu dan kamera, disanalah pasangan saya berada. Muka nya tak bisa membohongi lelah yang ia rasakan. Persiapan pernikahan menguras seluruh energinya beberapa hari terakhir.  Dan semalam dia masih berada di hotel tempat saya menginap hingga jam 12 malam, padahal dia harus bangun jam 3 pagi nya utk persiapan acara pemberkatan.

Makanan yang lezat dan serangkaian acara bertema orkerstra dan para pemain biola tidak membuat hati saya semeriah seperti kelihatannya. Saya tidak tahu, benar-benar tidak tahu. Hendrik dan banyak teman Egar yg "seperti itu" berceloteh meledek saya.
"Sabar ya.. haha."
"Jangan menangis semalam."
"Jangan bunuh diri ya."
"Kamu kuat kan?"
 Hahaha saya hanya menanggapi nya dengan tawa. Kemudian diam.

Di hidangan terakhir, saya cek ada bbm dari Egar, dia berada di sederetan meja VVIP dimana kedua mempelai, orang tua dan keluarga mempelai duduk bersama untuk menikmati hidangan yang disajikan. Disana Egar menyempatkan untuk mengecek Blackberry nya.
"Terima Kasih Za untuk dukungan nya sampai hari ini". Mata ini semakin berkaca-kaca, saya takut, berkedip hanya akan membuat air mata jatuh. Saya harus menahan.



Bagaimanapun Selamat menempuh hidup baru Egar.
Saya senang melihatmu akhirnya mengambil keputusan baik ini. Benar-benar langkah besar.
Semoga suara tangisan bayi segera menggaungi lorong lorong rumah kalian.

Saturday, September 5, 2015

Just Ex-officemates, Not Ex-Bestfriend.

Senin, 27 Juli 2015.

Hari ini saya memutuskan untuk resign dr kantor ini.
Sedih yang mendalam begitu kental terasa. Banyak sekali moment yang tertinggal di otak saya yg bisa dikenang manis dr setiap sudut ruang tempat ini.
Tawa dan kehangatan yang sangat khas di kantor ini mampu membuat saya bertahan lebih dari dua tahun bekerja bersama mereka.
Teman-teman hebat seperti Denta, Wahyu, Fair, Amary, Audry, Bengky, Niken, Isma, Safeth, Rangga, Pak Anto, Emak Rizka adalah orang-orang hebat yang mampu membekaskan kenangan baik di pikiran saya. Orang-orang ispiratif yang membuat saya selalu tersenyum mensyukuri hari hari saya, berangkat kantor di pagi hari selalu menjadi menyenangkan karena bayangan-banyangan seru tentang apa yang akan terjadi seharian nanti. Cerita-cerita lucu atau planing-planing liburan bersama utk mengunjungi tempat-tempat baru. Percayalah, di kantor ini saya merasa seperti tidak dalam atmosphere bekerja, tidak merasakan pressing, deadline-deadline pun kami lalui dengan baik dan menyenangkan. Begitu homey.
Namun bebrapa pertimbangan membuat saya memutuskan untuk pergi. Saya tidak pernah ada masalah baik secara hubungan personal maupun pekerjaan terhadap siapapun disini. Saya hanya merasa mendapat peluang yg lebih baik di perusahaan lain,baik dari segi posisi maupun sallary yang saya yakin bisa meng upgrade value saya. Belajar lebih banyak di tempat baru dan merasa tertantang untuk mencoba. Itulah alasan saya.
Mojokerto adalah tempatnya. Selama saya masih bisa menjangkau Malang saat weekend untuk liburan bersama dengan mereka seperti dulu itu gak jadi soal sih.
Kita hanya tidak bekerja di atap yang sama dan makan siang tidak di meja yang sama. Hanya itu.
Dan hubungan pertemanan pun akan terus belanjut kan.?

"Pak Anto, saya submit email pamitan ke semua temen kantor ya pak?" saya chat ke boss saya melalui PC untuk meminta ijin.
"Iya za, hiks." ketik bos saya singkat. Aneh rasanya melihat boss saya yang biasanya tampil formal sekarang ada tambahan "hiks" dalam messager nya.
"Ini bukan "good bye" pak, hanya "see you later" kok."
"Dimanapun, sukses ya za." Dia menyemangati.
"Terima Kasih Pak."

Menjelang sore, saya berkeliling kantor, warehouse, laboratorium, basecamp enginering dan ruang produksi untuk berpamitan. Ini bukan kali pertama saya pindah kerja dan mengalami perpisahan, namun tetap saja moment pamitan selalu menjadi hal yang berat.
Pak Anto dan Denta memeluk saya dengan hangat dan lama, saya sangat kehilangan mereka sebagai rekan kerja. Di luar sana nanti, kami akan hanya teman berhaha-hihi tanpa ada bahasan pekerjaan sebagai topik pembicaraan.


Sukses untuk kalian semua.
Jadilah orang yang mampu berkembang dengan baik. Dimanapun.

 
Sabtu, 1 Agustus 2015.

Egar ke Malang.
Saya Mulai bekerja di kantor baru sejak jumat kemarin. Ini adalah hari kedua, dan jam operasional kantor hanya sampai setengah hari.
Jam 3 sore Egar menjemput saya ke Mojokerto dulu.
Dia membantu saya untuk pindahan. Beberapa kebutuhan kecil dan pakaian perlu saya bawa ke Mojokerto.
Dia berencana nginap di Malang dan kita akan kembali ke mojokerto Minggu besok.
"Aku takut gak akan ke Malang lagi dalam waktu yang lama. Aku pingin jalan jalan, menikmati kota yg sejuk dan kuliner di beberapa tempat." Kata dia.
"Iya." Tak ada kalimat lagi yang terucap. Tercekat di pangkal lidah. Membyangkan betapa rumitya hubungan kami nanti pasca pernikahannya.
Jalanan macet mulai dari Taman Dayu di Pandaan, Lawang, Singosari dan Karangluh tak membuat saya merasa jenuh. Duduk diam bersama Egar sepanjang Jalan meski dalam kondisi saling membisu tak pernah menjadi hal yang sia-sia atau buang waktu. Apapun bersamanya terasa sangat lebih baik dan berharga.
Kami tiba di Malang jam enam petang. Kami istirahat sejenak lalu mandi. Setelah itu kami pergi untuk makan malam. Warung Subuh di Jalan Raya Langsep adalah tujuan kami, semacam pusat jajanan dan makanan yg lumayan terkenal di Malang yang buka hingga jam dua dini hari.
Disana kami ketemu Hadi, dia teman Egar, "seperti kami" juga. Egar mengantarkan undangan agar Hadi berkenan hadir datang di acara resepsinya.
Ngobrol membuat kami bertiga tak menyadari bahwa waktu sudah menunjukan pukul 10 malam.

"Ikhlaskan. Apa yang kamu harapkan? Tinggal menunggu hari saja kan. Dan anggap semua tentang kalian berdua sudah buyar, meski tidak buyar, anggaplah saja begitu. Terus mengharapkan hanya akan membuat sakit hati." Kata Hadi menyimpulkan saat kami akan berpisah. Egar berada di Toilet saat itu.
Sudah, Logika saya sudah berkata dengan lugas mengenai ini, jauh hari sebelumnya saya sudah menyadari apa yang dibicarakan Hadi barusan, namun perasaan jauh lebih tajam, membungkam nalar dan membutakan mata. Tidak, tidak buta, hanya pura-pura tidak melihat, pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
"Tuhan Maha Baik, kamu menyadari? dalam kondisi ini kamu diberi pekerjaan baru, karir baru, posisi baru dan tentunya sallary baru sebagai penyemangat. Dia tidak serta merta memberimu tulah, tapi ada pemanis yg harusnya kamu mensyukurinya. Lupakan Dia. Besok akan ada teman baru, pekerjaan baru, tantangan baru. Be Brave Za. Kamu masih muda, kejar semua dan jangan membuang waktumu sia-sia."kata dia panjang lebar.
Saya diam. Sulit sekali menelan ludah. Beberapa detik saya tersulut semangat atas simpatinya, namun kemudiam saya kembali masih sulit untuk faham.






Wednesday, August 26, 2015

Our time

19 Juli 2015.

Lebaran hari ketiga. Suasana hari raya masih sangat kental terasa. Masakan-masakan khas idhul fitri, aneka macam kue yg cantik dan manis, suasana keluarga yg hangat dan malas malasan sepanjang hari di depan tivi dengan ngemil kue ini itu sambil menunggu tamu. Ah cukup. Hari ini saya berencana ke Surabaya.
Egar dan saya berencana menghabiskan libur lebaran bersama mulai H+3. Hendra, teman Egar juga gabung. Dia orang Surabaya yang selama ini kerja di Palu. Pertemanan mereka sudah terjalin sangat lama, sehingga liburan kali ini mereka merencanakan menghabiskannya bersama.
Saya ke surabaya pagi hari. Tak sampai Surabaya, saya turun di Japanan. Pertigaan besar yang super macet antara Malang-Surabaya dan Mojokerto.
Mojokerto, kami akan pergi kesana.
Kalian pasti pernah dengar ttg Pemandian Pacet. Sumber air panas alami dari lereng Gunung Welirang. Disana ada kolam terpencil yg mana para pengunjungnya adalah para Gay. Situs ini kondang di internet dan kaum "seperti itu". Seperti aliran sungai kecil tapi air nya panas. Tiada tarif dan batas waktu. 24 Jam nonstop bisa berkunjung kesana tanpa ada yg melarang.
Waktu paling favorit adalah pukul tujuh malam ke atas. Biasanya hingga jam dua dini hari. Selebihnya lokasi akan berangsur sepi dengan sendirinya.
Kami tiba di kawasan Pacet pukul empat sore. Disini banyak sekali villa, penginapan dan resort untuk menghabiskan liburan. Tempat nya yang sejuk di daerah ketinggian membuat tempat ini tersohor sebagai tujuan refreshing, persis seperti Batu, Trawas atau Tretes.
Kami bertiga check in hotel, lalu mandi dan sekedar leyeh-leyeh sebentar merehatkan punggung. Airnya dingiiiin banget khas pegunungan.
"Kalo mau air panas nanti ya sabar. Kamar kita gak dilengkapi Heater Water." Kata Egar.
Jam enam sore kami pergi menuju pemandian. Sebenarnya ini adalah tempat wisata. Pemandian Kolam air panas yang sudah di kelola dan dibuka untuk umum hingga jam dua dini hari. Kami masuk kesini dahulu, tarif per orang adalah 10ribu rupiah. Pengunjung begitu ramai, entah memang setiap hari seperti ini atau hanya karena masih libur lebaran. Pengunjung berjubel memadati kolam kolam panas yang ada.
Pukul delapan kami cabut dari tempat ini dan melanjutkan ke pemandian air panas terpencil yang saya maksud tadi.
Tempatnya menuruni sungai yang gelap dan sepi. melewati semak dan jalanan setapak bebatuan yang kadang becek. Tiada penerangan melewati pepohonan menambah suasana hening semakin mencekam.
Berjalan sekitar 15 menit, akhirnya kami menemukan dua kolam kecil air panas di antara pepohonan. Disitu banyak orang mandi dan berendam sambil berbincang. Disinilah tempatnya. Tidak semua yang datang ksini Gay. Ada warga sekitar yg tampak nya mereka adalah orang straigh dan baik baik saja. Tapi tetap saja mayoritas pengunjung adalah kaum seperti itu. Mudah membedakan mana yang straight dan tidak.
Kami bertiga turun untuk berendam. Terlepas dari bagaimana sebenarnya tempat ini, disini adalah tempat yang sangat nyaman, berendam air hangat ditengah kesunyian, menyandarkan kepala di batu dan membiarkan wajah kita mendongak ke langit, menikmati bintang dan bulan. Pergilah kesini jika kalian ingin mencari relaksasi. Mencari tempat dimana kalian bisa sendirian dan berdiskusi banyak dg suara hati kalian.
Sunyi yang menghangatkan.

Jangan heran jika saat kalian benar-benar enjoy menikmati air hangat dan menenangkan pikiran tiba-tiba ada tangan yang meraba betis kalian, merayap hingga pangkal paha. Berhenti agak lama disitu sebagai tanda meminta ijin. Jika tidak ada respon penolakan, maka artinya tangan di beri keleluasaan utk menjamah bagian yg lebih di inginkan.
Beberapa kali kaki ku di senggol oleh beberapa orang itu, namun saya langsung menghindar sebagai tanda bahwa saya enggan utk diperlakukan macam-macam. Hendra rupanya enjoy dengan itu, dia enjoy dengan segala perlakuan mereka hingga berujung pada, entah apa yg dilakukan mereka, pergi menghilang dibalik gelapnya sema-semak.
Egar menceritakan kepada saya ttg pengalamannya. Dia juga di raba oleh orang, karena penasaran dia membiarkan, hingga akhirnya mereka  mengetahui "bentuk dan ukuran" masing-masing lewat indera peraba. Saya yakin Egar tahu batasnya, sepanjang dia  dalam tindakan yg masih menghargai saya itu bisa diterima.
Kami sudah selesai berendam, sudah jam setengah 1 dini hari tapi Hendra tidak tau entah kemana. Kami mencarinya di setiap kolam dan rerimbunan semak tak juga nemu. setengah dua akhirnya dia muncul dr kegelapan, bersama orang tak dikenal yg berbeda dengan pria yg terakhir menghilang dengan nya beberapa jam lalu. Astaga, saya malas menduga apa saja yg dilakukannya, dan mungkin dengan beberapa pria yang berbeda di balik rerimbunan semak itu. No comment.
Egar pun hanya ngomel-ngomel, dan Hendra tak menggubrisnya.

THANKS FOR READING, PLEASE LEAVE COMMENT AND ADVICE :)

Friday, July 10, 2015

Selamat Hari Raya

Senin, 13 Juli 2015.

Ramadhan segera berakhir. Empat hari lagi lebaran. Suasana di kantor sudah ogah-ogahan. Bos pun juga tau kalo anak buahnya sebenarnya udah mulai gak fokus kerja. Semua aktifitas tak se-menggeliat biasanya.

Tuesday, June 30, 2015

Happy Bday Bro,

30 Juni 2015.

Selamat Ulang Tahun, teman.

Sebenarnya ultah Denta dua hari yang lalu, 28 Juni 2015

Tuesday, June 23, 2015

Ramadan

Selamat datang Ramadhan.

Gak terasa udah datang lagi bulan suci ini.

Ini adalah hari ke enam para muslim menjalankan ibadah wajib puasa. Suasa di kantor sedikit lebih slow aktivitasnya.
Jam makan siang ini juga tidak seperti biasanya, teman teman lebih banyak menghabiskan untuk browsing internet di meja masing masing atau sholat di mushola kantor sambil rebahan sebentar.

Bagi semua umat muslim, Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga hari kemenangan bisa kita raih bersama 1 Syawal nanti, serta masih banyak kesempatan bagi kita semua untuk bertemu Ramadhan-Ramadhan selanjutnya di tahun tahun berikutnya. Amin

Thursday, June 4, 2015

Beach

Selasa, 02 Juni 2015.

Selamat Hari Raya Waisak bagi umat yang merayakan nya.

Tanggal merah kali ini saya pergi liburan bersama teman-teman kantor. Egar masih berada di Jawa Tengah untuk urusan seperti biasa.

Kami berjumlah 14 orang termasuk Denta, merencanakan untuk pergi ke Pantai sepagi mungkin. Pukul 5 WIB saya bangun dan segera berkemas untuk menuju titik dimana kita harus berkumpul. Titik kumpul di rumah neneknya Denta jam 06.30. Lumayan jauh dari pusat kota. Membutuhkan waktu 1,5 jam untuk sampai disana.

Setelah semua teman berkumpul, kami memastikan semua perbekalan cukup. Konsumsi untuk makan siang kita kayak orang yang lagi punya hajatan prasmanan. Nasi, ayam panggang, mendol, dadar jagung, telor, bakmi, sayur lodeh, semangka, aneka gorengan dll. Kaya orang takut mati kelaparan.
"Iya donk, pantai nya kan nyebrang pulau, jadi gak ada orang jual makanan, harus prepare." Dari sugestion saya itu maka teman teman langsung prepare heboh.
Pantai Waru-Waru, pantai kecil yang masih sangat jarang dikunjungi manusia di Pulau Sempu, Malang bagian selatan.

Setelah mengecek semua perbekalan, kami langsung berangkat. Mengendarai motor, berboncengan dan berpasang-pasangan membuat kami bisa menikamati jalanan pagi yang masih sangat segar dan dingin, menyusuri desa demi desa kecil, serta keluar masuk alas jati dan pinus yang masih berkabut membuat helm kami sedikit basah.
Suasana begitu damai. Tujuh motor kami jalan berbaris rapi beriringan.

Jam 09.10 kami tiba di Pantai Sendang Biru, tempat dermaga dimana kami sewa perahu untuk penyebrangan ke Pulau Sempu.
Setelah menyelesaikan perijinan ke BKSDA (Badan Konservasi Sumber daya Alam)  Cagar Alam Pulau Sempu, kami langsung menyewa 2 perahu nelayan untuk menyebrang  ke Pantai Waru-Waru di Pulau Sempu.
Sewa per perahu adalah Rp.130.000 PP (Pergi Pulang) dengan kapasitas maksimal Perahu 10 orang.

Penyebrangan hanya memakan waktu 10 menit. Kami langsung tiba di pantai Waru-Waru.
Horeeeeeee....saya masih kesusahan untuk turun dari perahu yg bersandar saat anak-anak yang lain sudah lari berhamburan ke pantai. Tertawa dan berteriak seperti orang yang baru aja menemukan pulau baru.
Benar-benar tidak ada orang saat kami tiba. Sepi dan Bersih pantainya. Ombak nya landai dan tenang. Sejauh mata memandang begitu indah paduan gradasi warna laut hingga pasir pantai. Biru tua, biru muda, kehijauan, sampai warna pasir yang cenderung kuning terang ke perak. Subhanallah.
Setelah semua barang bawaan di turunkan dari perahu. Kami langsung menggelar tikar dan membuka semua perbekalan.
"Lapaaaar, belum sarapan nih, Ayo semua pada merapat, Serbu!." Salah satu temen kantorku mulai protes hehe. Memang berangkat terlalu pagi dari rumah masing-masing membuat kita belum sempat sarapan.
Seketika gelaran tikar di tepi pantai itu langsung di kerumuni para manusia manusia kelaparan haha.
Suara ombak dan angin pantai membuat suasana semakin ciamik. Celotehan selama makan siang di bawah pohon rindang bener bener meneduhkan gelaran pesta sederhana kami sekaligus hati kami (haseeeek..)

Benar-benar diluar dugaan saya setelah mereka makan siang dan kenyang. Saya pikir mereka akan kekenyangan dan hanya bisa bersantai malas-malasan tiduran di atas tikar di bawah pohon yang teduh ini. Salah Besar.!!
Imajinasi mereka semakin liar.
Kami menamakannya "Donat Selfie". Semacam foto selfie tapi dengan video. Saya memegang tongsis, dan 13 orang lainya berkeruman di belakang saya. Berteriak-teriak sejadi jadinya dengan kamera yang berputar melingkar searah jarum jam. Hasilnya sangat bagus, dengan Video Donat Selfie jadi keliatan semua  360 derajat lanscape sekitar pantai.
Total, all out dan tidak tau malu!! Begitulah kami. meski ada beberapa pengunjung yg mulai datang kami cuek aja.
Kehebohan kami mampu memboikot pantai. Pengunjung lain mungkin sampai sungkan dengan kami, atau jangan jangan mereka malah malu melihat kelakuan kami wkwkwkwk alhasil mereka menepi saja duduk di bawah pohon. Males.

Kami berenang di pantai rame rame. Waru waru beda dengan kebanyakan pantai yang selama ini saya kunjungi. Disini kalian tidak akan takut untuk berenang karena matahari tidak terik menyengat, jadi gak perlu takut hitam hehe. Disini teduh, ada satu pohon besar yang sangat rindang dan tumbuh maju menjorok hingga pantai, dan juga ada cabang pohon yang tumbuh horisontal hingga agak ketengah pantai. Ini adalah spot favorit kami. Kita Meloncat dari ujung cabang pohon, menjatuhkan diri ke laut. Atau sok duel di atas cabang itu dan saling menjatuhkan satu sama lain ke air.Byuuurrr.!! dan gelak tawa pecah.

13.30 WIB dengan berat hati kami meninggalkan tempat ini. Semakin siang air semakin surut dan pengunjung semakin berdatangan membuat kami memutuskan utk menyudahi bersantai di pantai indah ini.

 



Wednesday, May 20, 2015

F

F

Trip Day 04 (Pattaya-Bangkok)

Sabtu, 09 Mei 2015 


Sarapan pagi ini begitu simple dan spesial.
Semacam american breakfast sederhana yang nikmat. Sepring lebar berisi dua telor mata sapi, ham, plain roasted bread dan irisan-irisan sosis. Kopi menambahkan kehangatan di Pattaya pagi ini, namun saya hanya mengincipi sedikit kopi yang saya racik untuk Egar agar pas antara Kopi, gula dan susu segar nya. Saya tidak begitu mengkonsumsi kopi, teh dan coklat, perut saya akan langsung bereaksi dalam hitungan detik bahkan sebelum minuman itu habis bersih dari gelasnya. Akhirnya saya lebih memilih susu segar tawar yg di sajikan dingin baru keluar kulkas dengan tambahan sedikit gula, hmmm seger sekaleeee.





Kami berencana akan kembali ke Bangkok siang ini, maka sisa waktu yang tinggal sedikit akan kami manfaatkan untuk pergi berkeliling motor. Kami naik ke atas bukit, tempat dimana kota Pattaya bisa terlihat seluruhnya dari sini. Jaraknya hanya 10 menit dari Walking Street dan Bali Hai Pier, melewati jalan tanjakan menuju ketinggian. View nya bagus banget, beberapa turis pergi ke tempat ini untuk hunting foto dan selfie. Saat tiba di bukit ini pada pukul 08.00 matahari pagi sudah lumayan terik, mengambil beberapa foto saja kami langsung pergi karena Egar juga agak ngomel-ngomel kalo kepanasan haha.




Foto di atas adalah view yang bisa dinikmati dari Bukit Pattaya View Point. Waktu yang paling bagus untuk datang kesini adalah saat menjelang matahari terbenam. matahari terbenam pada pukul 18.30 waktu setempat. Cuaca tidak panas dan angle pengambilan foto gampang di dapat. Duduk bersantai sore dengan pemandangan menakjubkan akan membuat kalian lupa waktu. Seperti saya dulu waktu berkunjung kesini sebelumnya, sampai lupa kalo udah malam, tapi view juga menjadi sama bagusnya dengan nuansa lain, yaitu ribuan lampu kota yang berkelap-kelip memantul di permukaan air laut sepanjang pantai. Tidak ada pungutan biaya alias gratis untuk masuk tempat ini. Dan jam berkunjung ke spot ini adalah 07.00 - 22.00

Sekitar 08.30 kami pergi meninggalkan spot ini, menuju ke destinasi selanjutnya.
Sekitar 800 meter dari Pattaya View Point, terdapat kuil Wat Phra Yai yang terkenal dengan patung Budha raksasanya. Terletak di atas Pratamnak Hill, patung Budha ini sangat menonjol dan terlihat dari segala arah sehingga bukit tersebut akhirnya terkenal juga dengan nama Budha Hill. Untuk menuju patung ini, kita harus melewati tangga  yang kanan kirinya dihiasi ular naga berkepala tujuh berwarna emas. Naga dalam agama Budha memang digambarkan sebagai mahluk mistis yang berfungsi sebagai penjaga. Di sepanjang jalan menuju tangga ini, banyak orang berjualan burung. Burung-burung ini biasanya dibeli untuk dibawa dan dibebaskan di puncak bukit. Dengan tinggi kurang lebih 300 kaki, patung Budha emas ini memang terlihat sangat besar. Konon dulunya patung ini berwarna putih sebelum akhirnya dicat kuning emas. Didepannya ada altar kecil untuk menaruh hio bagi orang-orang yang datang berdoa untuk kesehatan, kebahagiaan dan kekayaan



Patung Budha raksasa ini dikelilingi 7 patung Budha kecil dalam berbagai pose yang mewakili satu hari dalam seminggu. Tiap patung tersebut memiliki arti sendiri, misalnya  Monday’s Buddha yang dipercaya dapat membawa ketenangan, Tuesday’s Buddha yang berpose tidur (reclining) dipercaya dapat memberi tidur nyenyak dan Friday’s Buddha akan membawa kebahagiaan. Warga Thailand yang berkunjung biasanya memberikan donasi didepan masing-masing patung Budha sesuai dengan hari kelahiran mereka Tiket masuk ketempat ini gratis dan buka dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam.

Sudah jam 09.30 dan kami memutuskan untuk cabut. Kami melanjutjan berkeliling pantai Jomtien. Melihat suasana siang di pantai semilir ini.
Mengendarai motor perlahan dengan kecepatan 20 km/jam tanpa di buru apapun, bebas dari kejaran siapapun dan apapun.
Jam 11.00 kami tiba di hotel. kami berkemas dan siap untuk check out. Egar memesan dua travel menuju Bangkok seharga THB 450 per orang nya. Door to Door service mulai di jemput di loby Chaplin Inn hotel di Pattaya hingga di antar sampai depan Nasa Vegas, yaitu hotel kami selama di Bangkok nanti. Sebenernya sayang sekali, menurut saya itu adalah harga yang tinggi , namun karena gaya traveling Egar yang gak mau ribet maka dia memutuskan untuk transportasi ini. Gak perlu kepanasan menunggu songathew di depan hotel menuju terminal bus, gak perlu menunggu lama jadwal keberangkatan bis menuju bangkok. gak perlu susah oper-oper taksi, bus dan sky train dari terminal Mornchit Bangkok ke Hotel Nasa Vegas. Segala kepraktisan yang rela ia bayar lebih mahal.

Setelah mengembalikan motor sewaan dan mengambil depositnya, jam 12.00 tepat kami check out dari Chaplin dan petugas travel sudah menunggu kami di Loby.
Perjalanan relatif sama dengan bis komersial, kami tiba di Nasa Vegas Hotel sekitar pukul 15.00.

Nasa Vegas adalah hotel yang cukup terkenal di Bangkok. Untuk lokasi menurut saya recomended, tapi Egar lagi lagi kurang setuju karena posisi nya yang jauh dari Silom dan pusat kota. Bagi saya sepertinya gak begitu masalah karena persis di atas bangunan hotel ini ada stasiun MRT yang menghubungkan ke pusat kota. Kamarnya lamayan, not bad lah untuk seharga THB 600. Semua penginapan di pusat kota atau area silom terbilang mahal, kecuali Hostel, yaitu penginapan backpacker yang satu ruangan dormitory terdiri 6 hingga 12 bed. Namun Egar tak minat model seperti ini karena dirasa kurang aman dan tidak private.

Saya dan Egar berjibaku dengan membongkar seluruh muatan koper. Kami akan pergi ke Sauna sore ini, mandi di Sauna yang segar berharap membuat tubuh kami menjadi sedikit relax.
Pukul 17.00 kami pergi ke stasiun MRT di atas nasa vegas. Ini adalah Airport RailLink, dengan start di Stasiun Phaya Thai dan berakhir di Survhanabhumi International Airport. Tujuan kami adalah ke arah pusat kota, yaitu menuju stasiun Phaya Thai. Awalnya kami hanya membeli koin utk Ratchapraprop seharga THB 40 untuk dua orang, yaitu satu stasiun sebelum Phaya Thai. Setelah turun di Ratchapraprop dan menyadari bahwa kami salah stasiun, maka kami membeli coin MRT lagi dari Ratchapraprop ke Phaya Thai seharga THB 30 untuk dua orang.
"Buang waktu, tadi kan langsung aja ke Phaya Thai, gak antri nunggu MRT kaya gini lagi." Egar menggumam.
"Sory, salah baca peta hehe. yuk naik lagi MRT ke Phaya Thai." Saya Egar capek, tapi saya hanya menanggapi ringan. Bukan kah tersesat dan salah jalan sudah bagian dari sebuah perjalanan di tempat asing? jadi enjoy aja.

Saat tiba di Phaya Thai dan akan keluar Gate eeh koin saya ilang. Egar tumben gak ngomel-ngomel. Mungkin sudah malas mengeluarkan suara.
"Loh koinku mana ya?" Saya panik dengan mengaduk-aduk isi tas dan mengecek setiap saku celana berkali-kali, untuk keluar gate harus memasukan koin yang tadi di beli agar pintu keluar terbuka.
"Apa lagi? sana ke informasi." Kata Egar.
Saya menanyakan ke informasi. Suruh mengganti koin yang hilang seharga THB 45. Padahal bayanganku udah lebay, akan di suruh ganti dengan ratusan baht atau di tahan beberapa waktu di kantor stasiun untuk keperluan administrasi atau bahkan sampai di pidanakan. Tidaaaaak.

Sampai di Phaya Thai kami oper MRT jalur lain untuk menuju Sauna. Kami tidak tau persisinya dimana lokasinya, namun setelah melihat peta kami sepakat bahwa stasiun yang kami tuju selanjutnya Chon Nongsi.
Mungkin kelelahan, akhirnya di bawah stasiun MRT di pinggir jalan, Egar mengajak saya makan. Saya agak terkejut, selama ini Egar bukan orang yang suka beli makanan sembarangan di tepi jalan. Saya sih ayo aja.
Menu kami kali ini adalah nasi hainam. Nasi hainam asli thai yang dijual bertebaran di tepi jalan. Sederhana dan enak seharga THB 50.
Setelah makan kami melanjutkan perjalanan, kami tak tau arah. Setelah tanya ke beberapa orang ternyata tujuan kami kelewatan jaaaaauuuh. Kami harus berjalan kaki 45 menit. Akhirnya Egar langsung nyegat taksi, ya, andalan nya adalah nyegat taksi. Praktis dan gak ribet. Tak lama kemudian kami tiba di tempat Sauna setelah berkomunikasi dengan susahnya dengan si sopir yang memang mayoritas penduduk Thailand tidak bisa English.

18.30 kami tiba di tempat sauna, Babylon, kalian pasti sudah pada tau. Tempat ini begitu tenar bagi kaum gay. Informasi seputar Babylon santer diberitakan di internet. Tiket masuk tempat ini di bandrol THB 260 per orang. Saya begitu takjub saat masuk kedalam,, jujur saya belum pernah berkunjung ke tempat-tempat seperti ini sebelumnya.
Di ruang ganti semua pria semacam saling pandang dan saling "menginginkan". Tak ada lagi curi-curi pandangan melalui lirikan malu, tapi langsung menatap tajam penuh nafsu.
Karena tempat ini yang begitu kondang, tak ayal jika pengunjung nya bermacam-macam mulai dari bule, negro, melayu, chinese, arab, hingga jepang. Mulai dari yang tua hingga muda, yang masih remaja hingga dewasa, yang berbadan atletis hingga berperut buncit, yang gemuk hingga yang ramping, yang berkulit putih, coklat dan hitam, mulai dari yang bertampang lembut feminim hingga berparas macho. Komplit.
Mereka hanya berbalut handuk yang tersedia di loker masing masing. Handuk yang kadang disengaja tak dibalut rapat melingkari pinggang, hanya belitan longgar yang terkesan nyaris melorot sehingga bulu bulu halus di perut dan di sekitar kemaluan mereka bisa sedikit terlihat. Bukankah itu memang yang dimaksudkan? Biar bisa memperlihatkan bagian-bagian sensual dan mengumbar godaan.
Setelah berganti pakaian dan mengenakan handuk, saya dan Egar langsung keluar ruang ganti dan menyusuri setiap sudut tempat ini.
Rasa penasaran benar-benar menuntut jawaban tentang apa saja yang dilakukan oleh orang-orang ini dikondisi nyaris telanjang dalam keadaan ruangan yang temaram hampir tiada penerangan sama sekali.
Banyak sekali lelaki di sepanjang lorong lorong remang, mereka berdiri menegakan badan, membusungkan dada bidang mereka dan beberapa malah melepas handuknya, telanjang bulat. Mereka tak segan membelaikan tangan nya ke tubuhku bagian manapun saat saya melintas, bahkan ada pula gerakan sedikit meremas. Rasa was was reflek membuatku menggenggam erat tangan Egar yang berjalan memandu di depan.
Tempat ini sebenarnya tidak terlalu luas, tapi di tata sedemikian rupa hingga menyerupai labirin yang menyesatkan. Jika saya dilepas sendirian di sini pasti saya kesulitan mencari jalan exit.
Kemudian kami melewati jalan dengan bilik bilik sempit kira-kira seukuran satu kali dua meter di sekeliling kanan kiri kami, mungkin ada 20 an bilik. Di setiap bilik nya ada lelaki yang duduk atau tiduran terlentang di ranjang sempit yang memang sengaja di sediakan. Mereka adalah pengunjung yang mengharapkan pengunjung lain yang bersedia memadu kasih. Kencan singkat erotis yang yang bisa disaksikan siapapun yang lewat karena bilik ini tidak berpintu.Beberapa pria sempat saya lihat di dalam bilik itu, ada pria bule tua penuh bulu, pria muda jepang tampan dengan kulit putih dan wajah atletis, pria bule tinggi dengan wajah lumayan sekisar 30 tahunan, pria negro berbadan seperti hulk yang hanya berdiri di mulut pintu salah satu bilik dan masih banyak lagi, saya tak bisa menghafal satu persatu. Tempat ini bener-benar diluar nalar.!
Sedangkan di bilik bagian ujung terdengar suara desahan dua pria yang sedang bercinta, satu terdengar sedikit merintih, satu lagi terdengar seperti memacu nafas. Gerombolan orang yang menyaksikannya membuat saya dan Egar tak tau apa persisnya yang terjadi di dalam.Kami hanya lewat dan berlalu menuju tempat lain.
Selanjutnya kami turun ke tempat seperti ruang bawah tanah. Di ujung tangga sebelum turun, tiba-tiba kami di cegat karyawan Babylon, dia bertugas sebagai penitipan handuk dan boxer pengunjung yang akan turun ke bawah.
"Hah? harus telanjang?" Sergahku.

THANKS FOR READING, PLEASE LEAVE COMMENT AND ADVICE :)