Wednesday, May 20, 2015
Trip Day 04 (Pattaya-Bangkok)
Sabtu, 09 Mei 2015
Sarapan pagi ini begitu simple dan spesial.
Semacam american breakfast sederhana yang nikmat. Sepring lebar berisi dua telor mata sapi, ham, plain roasted bread dan irisan-irisan sosis. Kopi menambahkan kehangatan di Pattaya pagi ini, namun saya hanya mengincipi sedikit kopi yang saya racik untuk Egar agar pas antara Kopi, gula dan susu segar nya. Saya tidak begitu mengkonsumsi kopi, teh dan coklat, perut saya akan langsung bereaksi dalam hitungan detik bahkan sebelum minuman itu habis bersih dari gelasnya. Akhirnya saya lebih memilih susu segar tawar yg di sajikan dingin baru keluar kulkas dengan tambahan sedikit gula, hmmm seger sekaleeee.
Kami berencana akan kembali ke Bangkok siang ini, maka sisa waktu yang tinggal sedikit akan kami manfaatkan untuk pergi berkeliling motor. Kami naik ke atas bukit, tempat dimana kota Pattaya bisa terlihat seluruhnya dari sini. Jaraknya hanya 10 menit dari Walking Street dan Bali Hai Pier, melewati jalan tanjakan menuju ketinggian. View nya bagus banget, beberapa turis pergi ke tempat ini untuk hunting foto dan selfie. Saat tiba di bukit ini pada pukul 08.00 matahari pagi sudah lumayan terik, mengambil beberapa foto saja kami langsung pergi karena Egar juga agak ngomel-ngomel kalo kepanasan haha.
Foto di atas adalah view yang bisa dinikmati dari Bukit Pattaya View Point. Waktu yang paling bagus untuk datang kesini adalah saat menjelang matahari terbenam. matahari terbenam pada pukul 18.30 waktu setempat. Cuaca tidak panas dan angle pengambilan foto gampang di dapat. Duduk bersantai sore dengan pemandangan menakjubkan akan membuat kalian lupa waktu. Seperti saya dulu waktu berkunjung kesini sebelumnya, sampai lupa kalo udah malam, tapi view juga menjadi sama bagusnya dengan nuansa lain, yaitu ribuan lampu kota yang berkelap-kelip memantul di permukaan air laut sepanjang pantai. Tidak ada pungutan biaya alias gratis untuk masuk tempat ini. Dan jam berkunjung ke spot ini adalah 07.00 - 22.00
Sekitar 08.30 kami pergi meninggalkan spot ini, menuju ke destinasi selanjutnya.
Sekitar 800 meter dari Pattaya View Point, terdapat kuil Wat Phra Yai yang terkenal dengan patung Budha raksasanya. Terletak di atas Pratamnak Hill, patung Budha ini sangat menonjol dan terlihat dari segala arah sehingga bukit tersebut akhirnya terkenal juga dengan nama Budha Hill. Untuk menuju patung ini, kita harus melewati tangga yang kanan kirinya dihiasi ular naga berkepala tujuh berwarna emas. Naga dalam agama Budha memang digambarkan sebagai mahluk mistis yang berfungsi sebagai penjaga. Di sepanjang jalan menuju tangga ini, banyak orang berjualan burung. Burung-burung ini biasanya dibeli untuk dibawa dan dibebaskan di puncak bukit. Dengan tinggi kurang lebih 300 kaki, patung Budha emas ini memang terlihat sangat besar. Konon dulunya patung ini berwarna putih sebelum akhirnya dicat kuning emas. Didepannya ada altar kecil untuk menaruh hio bagi orang-orang yang datang berdoa untuk kesehatan, kebahagiaan dan kekayaan
Patung Budha raksasa ini dikelilingi 7 patung Budha kecil dalam berbagai pose yang mewakili satu hari dalam seminggu. Tiap patung tersebut memiliki arti sendiri, misalnya Monday’s Buddha yang dipercaya dapat membawa ketenangan, Tuesday’s Buddha yang berpose tidur (reclining) dipercaya dapat memberi tidur nyenyak dan Friday’s Buddha akan membawa kebahagiaan. Warga Thailand yang berkunjung biasanya memberikan donasi didepan masing-masing patung Budha sesuai dengan hari kelahiran mereka Tiket masuk ketempat ini gratis dan buka dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam.
Sudah jam 09.30 dan kami memutuskan untuk cabut. Kami melanjutjan berkeliling pantai Jomtien. Melihat suasana siang di pantai semilir ini.
Mengendarai motor perlahan dengan kecepatan 20 km/jam tanpa di buru apapun, bebas dari kejaran siapapun dan apapun.
Jam 11.00 kami tiba di hotel. kami berkemas dan siap untuk check out. Egar memesan dua travel menuju Bangkok seharga THB 450 per orang nya. Door to Door service mulai di jemput di loby Chaplin Inn hotel di Pattaya hingga di antar sampai depan Nasa Vegas, yaitu hotel kami selama di Bangkok nanti. Sebenernya sayang sekali, menurut saya itu adalah harga yang tinggi , namun karena gaya traveling Egar yang gak mau ribet maka dia memutuskan untuk transportasi ini. Gak perlu kepanasan menunggu songathew di depan hotel menuju terminal bus, gak perlu menunggu lama jadwal keberangkatan bis menuju bangkok. gak perlu susah oper-oper taksi, bus dan sky train dari terminal Mornchit Bangkok ke Hotel Nasa Vegas. Segala kepraktisan yang rela ia bayar lebih mahal.
Setelah mengembalikan motor sewaan dan mengambil depositnya, jam 12.00 tepat kami check out dari Chaplin dan petugas travel sudah menunggu kami di Loby.
Perjalanan relatif sama dengan bis komersial, kami tiba di Nasa Vegas Hotel sekitar pukul 15.00.
Nasa Vegas adalah hotel yang cukup terkenal di Bangkok. Untuk lokasi menurut saya recomended, tapi Egar lagi lagi kurang setuju karena posisi nya yang jauh dari Silom dan pusat kota. Bagi saya sepertinya gak begitu masalah karena persis di atas bangunan hotel ini ada stasiun MRT yang menghubungkan ke pusat kota. Kamarnya lamayan, not bad lah untuk seharga THB 600. Semua penginapan di pusat kota atau area silom terbilang mahal, kecuali Hostel, yaitu penginapan backpacker yang satu ruangan dormitory terdiri 6 hingga 12 bed. Namun Egar tak minat model seperti ini karena dirasa kurang aman dan tidak private.
Saya dan Egar berjibaku dengan membongkar seluruh muatan koper. Kami akan pergi ke Sauna sore ini, mandi di Sauna yang segar berharap membuat tubuh kami menjadi sedikit relax.
Pukul 17.00 kami pergi ke stasiun MRT di atas nasa vegas. Ini adalah Airport RailLink, dengan start di Stasiun Phaya Thai dan berakhir di Survhanabhumi International Airport. Tujuan kami adalah ke arah pusat kota, yaitu menuju stasiun Phaya Thai. Awalnya kami hanya membeli koin utk Ratchapraprop seharga THB 40 untuk dua orang, yaitu satu stasiun sebelum Phaya Thai. Setelah turun di Ratchapraprop dan menyadari bahwa kami salah stasiun, maka kami membeli coin MRT lagi dari Ratchapraprop ke Phaya Thai seharga THB 30 untuk dua orang.
"Buang waktu, tadi kan langsung aja ke Phaya Thai, gak antri nunggu MRT kaya gini lagi." Egar menggumam.
"Sory, salah baca peta hehe. yuk naik lagi MRT ke Phaya Thai." Saya Egar capek, tapi saya hanya menanggapi ringan. Bukan kah tersesat dan salah jalan sudah bagian dari sebuah perjalanan di tempat asing? jadi enjoy aja.
Saat tiba di Phaya Thai dan akan keluar Gate eeh koin saya ilang. Egar tumben gak ngomel-ngomel. Mungkin sudah malas mengeluarkan suara.
"Loh koinku mana ya?" Saya panik dengan mengaduk-aduk isi tas dan mengecek setiap saku celana berkali-kali, untuk keluar gate harus memasukan koin yang tadi di beli agar pintu keluar terbuka.
"Apa lagi? sana ke informasi." Kata Egar.
Saya menanyakan ke informasi. Suruh mengganti koin yang hilang seharga THB 45. Padahal bayanganku udah lebay, akan di suruh ganti dengan ratusan baht atau di tahan beberapa waktu di kantor stasiun untuk keperluan administrasi atau bahkan sampai di pidanakan. Tidaaaaak.
Sampai di Phaya Thai kami oper MRT jalur lain untuk menuju Sauna. Kami tidak tau persisinya dimana lokasinya, namun setelah melihat peta kami sepakat bahwa stasiun yang kami tuju selanjutnya Chon Nongsi.
Mungkin kelelahan, akhirnya di bawah stasiun MRT di pinggir jalan, Egar mengajak saya makan. Saya agak terkejut, selama ini Egar bukan orang yang suka beli makanan sembarangan di tepi jalan. Saya sih ayo aja.
Menu kami kali ini adalah nasi hainam. Nasi hainam asli thai yang dijual bertebaran di tepi jalan. Sederhana dan enak seharga THB 50.
Setelah makan kami melanjutkan perjalanan, kami tak tau arah. Setelah tanya ke beberapa orang ternyata tujuan kami kelewatan jaaaaauuuh. Kami harus berjalan kaki 45 menit. Akhirnya Egar langsung nyegat taksi, ya, andalan nya adalah nyegat taksi. Praktis dan gak ribet. Tak lama kemudian kami tiba di tempat Sauna setelah berkomunikasi dengan susahnya dengan si sopir yang memang mayoritas penduduk Thailand tidak bisa English.
18.30 kami tiba di tempat sauna, Babylon, kalian pasti sudah pada tau. Tempat ini begitu tenar bagi kaum gay. Informasi seputar Babylon santer diberitakan di internet. Tiket masuk tempat ini di bandrol THB 260 per orang. Saya begitu takjub saat masuk kedalam,, jujur saya belum pernah berkunjung ke tempat-tempat seperti ini sebelumnya.
Di ruang ganti semua pria semacam saling pandang dan saling "menginginkan". Tak ada lagi curi-curi pandangan melalui lirikan malu, tapi langsung menatap tajam penuh nafsu.
Karena tempat ini yang begitu kondang, tak ayal jika pengunjung nya bermacam-macam mulai dari bule, negro, melayu, chinese, arab, hingga jepang. Mulai dari yang tua hingga muda, yang masih remaja hingga dewasa, yang berbadan atletis hingga berperut buncit, yang gemuk hingga yang ramping, yang berkulit putih, coklat dan hitam, mulai dari yang bertampang lembut feminim hingga berparas macho. Komplit.
Mereka hanya berbalut handuk yang tersedia di loker masing masing. Handuk yang kadang disengaja tak dibalut rapat melingkari pinggang, hanya belitan longgar yang terkesan nyaris melorot sehingga bulu bulu halus di perut dan di sekitar kemaluan mereka bisa sedikit terlihat. Bukankah itu memang yang dimaksudkan? Biar bisa memperlihatkan bagian-bagian sensual dan mengumbar godaan.
Setelah berganti pakaian dan mengenakan handuk, saya dan Egar langsung keluar ruang ganti dan menyusuri setiap sudut tempat ini.
Rasa penasaran benar-benar menuntut jawaban tentang apa saja yang dilakukan oleh orang-orang ini dikondisi nyaris telanjang dalam keadaan ruangan yang temaram hampir tiada penerangan sama sekali.
Banyak sekali lelaki di sepanjang lorong lorong remang, mereka berdiri menegakan badan, membusungkan dada bidang mereka dan beberapa malah melepas handuknya, telanjang bulat. Mereka tak segan membelaikan tangan nya ke tubuhku bagian manapun saat saya melintas, bahkan ada pula gerakan sedikit meremas. Rasa was was reflek membuatku menggenggam erat tangan Egar yang berjalan memandu di depan.
Tempat ini sebenarnya tidak terlalu luas, tapi di tata sedemikian rupa hingga menyerupai labirin yang menyesatkan. Jika saya dilepas sendirian di sini pasti saya kesulitan mencari jalan exit.
Kemudian kami melewati jalan dengan bilik bilik sempit kira-kira seukuran satu kali dua meter di sekeliling kanan kiri kami, mungkin ada 20 an bilik. Di setiap bilik nya ada lelaki yang duduk atau tiduran terlentang di ranjang sempit yang memang sengaja di sediakan. Mereka adalah pengunjung yang mengharapkan pengunjung lain yang bersedia memadu kasih. Kencan singkat erotis yang yang bisa disaksikan siapapun yang lewat karena bilik ini tidak berpintu.Beberapa pria sempat saya lihat di dalam bilik itu, ada pria bule tua penuh bulu, pria muda jepang tampan dengan kulit putih dan wajah atletis, pria bule tinggi dengan wajah lumayan sekisar 30 tahunan, pria negro berbadan seperti hulk yang hanya berdiri di mulut pintu salah satu bilik dan masih banyak lagi, saya tak bisa menghafal satu persatu. Tempat ini bener-benar diluar nalar.!
Sedangkan di bilik bagian ujung terdengar suara desahan dua pria yang sedang bercinta, satu terdengar sedikit merintih, satu lagi terdengar seperti memacu nafas. Gerombolan orang yang menyaksikannya membuat saya dan Egar tak tau apa persisnya yang terjadi di dalam.Kami hanya lewat dan berlalu menuju tempat lain.
Selanjutnya kami turun ke tempat seperti ruang bawah tanah. Di ujung tangga sebelum turun, tiba-tiba kami di cegat karyawan Babylon, dia bertugas sebagai penitipan handuk dan boxer pengunjung yang akan turun ke bawah.
"Hah? harus telanjang?" Sergahku.
THANKS FOR READING, PLEASE LEAVE COMMENT AND ADVICE :)
Sarapan pagi ini begitu simple dan spesial.
Semacam american breakfast sederhana yang nikmat. Sepring lebar berisi dua telor mata sapi, ham, plain roasted bread dan irisan-irisan sosis. Kopi menambahkan kehangatan di Pattaya pagi ini, namun saya hanya mengincipi sedikit kopi yang saya racik untuk Egar agar pas antara Kopi, gula dan susu segar nya. Saya tidak begitu mengkonsumsi kopi, teh dan coklat, perut saya akan langsung bereaksi dalam hitungan detik bahkan sebelum minuman itu habis bersih dari gelasnya. Akhirnya saya lebih memilih susu segar tawar yg di sajikan dingin baru keluar kulkas dengan tambahan sedikit gula, hmmm seger sekaleeee.
Kami berencana akan kembali ke Bangkok siang ini, maka sisa waktu yang tinggal sedikit akan kami manfaatkan untuk pergi berkeliling motor. Kami naik ke atas bukit, tempat dimana kota Pattaya bisa terlihat seluruhnya dari sini. Jaraknya hanya 10 menit dari Walking Street dan Bali Hai Pier, melewati jalan tanjakan menuju ketinggian. View nya bagus banget, beberapa turis pergi ke tempat ini untuk hunting foto dan selfie. Saat tiba di bukit ini pada pukul 08.00 matahari pagi sudah lumayan terik, mengambil beberapa foto saja kami langsung pergi karena Egar juga agak ngomel-ngomel kalo kepanasan haha.
Foto di atas adalah view yang bisa dinikmati dari Bukit Pattaya View Point. Waktu yang paling bagus untuk datang kesini adalah saat menjelang matahari terbenam. matahari terbenam pada pukul 18.30 waktu setempat. Cuaca tidak panas dan angle pengambilan foto gampang di dapat. Duduk bersantai sore dengan pemandangan menakjubkan akan membuat kalian lupa waktu. Seperti saya dulu waktu berkunjung kesini sebelumnya, sampai lupa kalo udah malam, tapi view juga menjadi sama bagusnya dengan nuansa lain, yaitu ribuan lampu kota yang berkelap-kelip memantul di permukaan air laut sepanjang pantai. Tidak ada pungutan biaya alias gratis untuk masuk tempat ini. Dan jam berkunjung ke spot ini adalah 07.00 - 22.00
Sekitar 08.30 kami pergi meninggalkan spot ini, menuju ke destinasi selanjutnya.
Sekitar 800 meter dari Pattaya View Point, terdapat kuil Wat Phra Yai yang terkenal dengan patung Budha raksasanya. Terletak di atas Pratamnak Hill, patung Budha ini sangat menonjol dan terlihat dari segala arah sehingga bukit tersebut akhirnya terkenal juga dengan nama Budha Hill. Untuk menuju patung ini, kita harus melewati tangga yang kanan kirinya dihiasi ular naga berkepala tujuh berwarna emas. Naga dalam agama Budha memang digambarkan sebagai mahluk mistis yang berfungsi sebagai penjaga. Di sepanjang jalan menuju tangga ini, banyak orang berjualan burung. Burung-burung ini biasanya dibeli untuk dibawa dan dibebaskan di puncak bukit. Dengan tinggi kurang lebih 300 kaki, patung Budha emas ini memang terlihat sangat besar. Konon dulunya patung ini berwarna putih sebelum akhirnya dicat kuning emas. Didepannya ada altar kecil untuk menaruh hio bagi orang-orang yang datang berdoa untuk kesehatan, kebahagiaan dan kekayaan
Patung Budha raksasa ini dikelilingi 7 patung Budha kecil dalam berbagai pose yang mewakili satu hari dalam seminggu. Tiap patung tersebut memiliki arti sendiri, misalnya Monday’s Buddha yang dipercaya dapat membawa ketenangan, Tuesday’s Buddha yang berpose tidur (reclining) dipercaya dapat memberi tidur nyenyak dan Friday’s Buddha akan membawa kebahagiaan. Warga Thailand yang berkunjung biasanya memberikan donasi didepan masing-masing patung Budha sesuai dengan hari kelahiran mereka Tiket masuk ketempat ini gratis dan buka dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam.
Sudah jam 09.30 dan kami memutuskan untuk cabut. Kami melanjutjan berkeliling pantai Jomtien. Melihat suasana siang di pantai semilir ini.
Mengendarai motor perlahan dengan kecepatan 20 km/jam tanpa di buru apapun, bebas dari kejaran siapapun dan apapun.
Jam 11.00 kami tiba di hotel. kami berkemas dan siap untuk check out. Egar memesan dua travel menuju Bangkok seharga THB 450 per orang nya. Door to Door service mulai di jemput di loby Chaplin Inn hotel di Pattaya hingga di antar sampai depan Nasa Vegas, yaitu hotel kami selama di Bangkok nanti. Sebenernya sayang sekali, menurut saya itu adalah harga yang tinggi , namun karena gaya traveling Egar yang gak mau ribet maka dia memutuskan untuk transportasi ini. Gak perlu kepanasan menunggu songathew di depan hotel menuju terminal bus, gak perlu menunggu lama jadwal keberangkatan bis menuju bangkok. gak perlu susah oper-oper taksi, bus dan sky train dari terminal Mornchit Bangkok ke Hotel Nasa Vegas. Segala kepraktisan yang rela ia bayar lebih mahal.
Setelah mengembalikan motor sewaan dan mengambil depositnya, jam 12.00 tepat kami check out dari Chaplin dan petugas travel sudah menunggu kami di Loby.
Perjalanan relatif sama dengan bis komersial, kami tiba di Nasa Vegas Hotel sekitar pukul 15.00.
Nasa Vegas adalah hotel yang cukup terkenal di Bangkok. Untuk lokasi menurut saya recomended, tapi Egar lagi lagi kurang setuju karena posisi nya yang jauh dari Silom dan pusat kota. Bagi saya sepertinya gak begitu masalah karena persis di atas bangunan hotel ini ada stasiun MRT yang menghubungkan ke pusat kota. Kamarnya lamayan, not bad lah untuk seharga THB 600. Semua penginapan di pusat kota atau area silom terbilang mahal, kecuali Hostel, yaitu penginapan backpacker yang satu ruangan dormitory terdiri 6 hingga 12 bed. Namun Egar tak minat model seperti ini karena dirasa kurang aman dan tidak private.
Saya dan Egar berjibaku dengan membongkar seluruh muatan koper. Kami akan pergi ke Sauna sore ini, mandi di Sauna yang segar berharap membuat tubuh kami menjadi sedikit relax.
Pukul 17.00 kami pergi ke stasiun MRT di atas nasa vegas. Ini adalah Airport RailLink, dengan start di Stasiun Phaya Thai dan berakhir di Survhanabhumi International Airport. Tujuan kami adalah ke arah pusat kota, yaitu menuju stasiun Phaya Thai. Awalnya kami hanya membeli koin utk Ratchapraprop seharga THB 40 untuk dua orang, yaitu satu stasiun sebelum Phaya Thai. Setelah turun di Ratchapraprop dan menyadari bahwa kami salah stasiun, maka kami membeli coin MRT lagi dari Ratchapraprop ke Phaya Thai seharga THB 30 untuk dua orang.
"Buang waktu, tadi kan langsung aja ke Phaya Thai, gak antri nunggu MRT kaya gini lagi." Egar menggumam.
"Sory, salah baca peta hehe. yuk naik lagi MRT ke Phaya Thai." Saya Egar capek, tapi saya hanya menanggapi ringan. Bukan kah tersesat dan salah jalan sudah bagian dari sebuah perjalanan di tempat asing? jadi enjoy aja.
Saat tiba di Phaya Thai dan akan keluar Gate eeh koin saya ilang. Egar tumben gak ngomel-ngomel. Mungkin sudah malas mengeluarkan suara.
"Loh koinku mana ya?" Saya panik dengan mengaduk-aduk isi tas dan mengecek setiap saku celana berkali-kali, untuk keluar gate harus memasukan koin yang tadi di beli agar pintu keluar terbuka.
"Apa lagi? sana ke informasi." Kata Egar.
Saya menanyakan ke informasi. Suruh mengganti koin yang hilang seharga THB 45. Padahal bayanganku udah lebay, akan di suruh ganti dengan ratusan baht atau di tahan beberapa waktu di kantor stasiun untuk keperluan administrasi atau bahkan sampai di pidanakan. Tidaaaaak.
Sampai di Phaya Thai kami oper MRT jalur lain untuk menuju Sauna. Kami tidak tau persisinya dimana lokasinya, namun setelah melihat peta kami sepakat bahwa stasiun yang kami tuju selanjutnya Chon Nongsi.
Mungkin kelelahan, akhirnya di bawah stasiun MRT di pinggir jalan, Egar mengajak saya makan. Saya agak terkejut, selama ini Egar bukan orang yang suka beli makanan sembarangan di tepi jalan. Saya sih ayo aja.
Menu kami kali ini adalah nasi hainam. Nasi hainam asli thai yang dijual bertebaran di tepi jalan. Sederhana dan enak seharga THB 50.
Setelah makan kami melanjutkan perjalanan, kami tak tau arah. Setelah tanya ke beberapa orang ternyata tujuan kami kelewatan jaaaaauuuh. Kami harus berjalan kaki 45 menit. Akhirnya Egar langsung nyegat taksi, ya, andalan nya adalah nyegat taksi. Praktis dan gak ribet. Tak lama kemudian kami tiba di tempat Sauna setelah berkomunikasi dengan susahnya dengan si sopir yang memang mayoritas penduduk Thailand tidak bisa English.
18.30 kami tiba di tempat sauna, Babylon, kalian pasti sudah pada tau. Tempat ini begitu tenar bagi kaum gay. Informasi seputar Babylon santer diberitakan di internet. Tiket masuk tempat ini di bandrol THB 260 per orang. Saya begitu takjub saat masuk kedalam,, jujur saya belum pernah berkunjung ke tempat-tempat seperti ini sebelumnya.
Di ruang ganti semua pria semacam saling pandang dan saling "menginginkan". Tak ada lagi curi-curi pandangan melalui lirikan malu, tapi langsung menatap tajam penuh nafsu.
Karena tempat ini yang begitu kondang, tak ayal jika pengunjung nya bermacam-macam mulai dari bule, negro, melayu, chinese, arab, hingga jepang. Mulai dari yang tua hingga muda, yang masih remaja hingga dewasa, yang berbadan atletis hingga berperut buncit, yang gemuk hingga yang ramping, yang berkulit putih, coklat dan hitam, mulai dari yang bertampang lembut feminim hingga berparas macho. Komplit.
Mereka hanya berbalut handuk yang tersedia di loker masing masing. Handuk yang kadang disengaja tak dibalut rapat melingkari pinggang, hanya belitan longgar yang terkesan nyaris melorot sehingga bulu bulu halus di perut dan di sekitar kemaluan mereka bisa sedikit terlihat. Bukankah itu memang yang dimaksudkan? Biar bisa memperlihatkan bagian-bagian sensual dan mengumbar godaan.
Setelah berganti pakaian dan mengenakan handuk, saya dan Egar langsung keluar ruang ganti dan menyusuri setiap sudut tempat ini.
Rasa penasaran benar-benar menuntut jawaban tentang apa saja yang dilakukan oleh orang-orang ini dikondisi nyaris telanjang dalam keadaan ruangan yang temaram hampir tiada penerangan sama sekali.
Banyak sekali lelaki di sepanjang lorong lorong remang, mereka berdiri menegakan badan, membusungkan dada bidang mereka dan beberapa malah melepas handuknya, telanjang bulat. Mereka tak segan membelaikan tangan nya ke tubuhku bagian manapun saat saya melintas, bahkan ada pula gerakan sedikit meremas. Rasa was was reflek membuatku menggenggam erat tangan Egar yang berjalan memandu di depan.
Tempat ini sebenarnya tidak terlalu luas, tapi di tata sedemikian rupa hingga menyerupai labirin yang menyesatkan. Jika saya dilepas sendirian di sini pasti saya kesulitan mencari jalan exit.
Kemudian kami melewati jalan dengan bilik bilik sempit kira-kira seukuran satu kali dua meter di sekeliling kanan kiri kami, mungkin ada 20 an bilik. Di setiap bilik nya ada lelaki yang duduk atau tiduran terlentang di ranjang sempit yang memang sengaja di sediakan. Mereka adalah pengunjung yang mengharapkan pengunjung lain yang bersedia memadu kasih. Kencan singkat erotis yang yang bisa disaksikan siapapun yang lewat karena bilik ini tidak berpintu.Beberapa pria sempat saya lihat di dalam bilik itu, ada pria bule tua penuh bulu, pria muda jepang tampan dengan kulit putih dan wajah atletis, pria bule tinggi dengan wajah lumayan sekisar 30 tahunan, pria negro berbadan seperti hulk yang hanya berdiri di mulut pintu salah satu bilik dan masih banyak lagi, saya tak bisa menghafal satu persatu. Tempat ini bener-benar diluar nalar.!
Sedangkan di bilik bagian ujung terdengar suara desahan dua pria yang sedang bercinta, satu terdengar sedikit merintih, satu lagi terdengar seperti memacu nafas. Gerombolan orang yang menyaksikannya membuat saya dan Egar tak tau apa persisnya yang terjadi di dalam.Kami hanya lewat dan berlalu menuju tempat lain.
Selanjutnya kami turun ke tempat seperti ruang bawah tanah. Di ujung tangga sebelum turun, tiba-tiba kami di cegat karyawan Babylon, dia bertugas sebagai penitipan handuk dan boxer pengunjung yang akan turun ke bawah.
"Hah? harus telanjang?" Sergahku.
THANKS FOR READING, PLEASE LEAVE COMMENT AND ADVICE :)
Subscribe to:
Comments (Atom)