Monday, March 30, 2015

Jogjakarta









Sabtu, 28 Maret 2015

"Hei, ayo bangun...sana kamu mandi dulu." Egar mulai teriak teriak yg daritadi melihat saya bermalas malasan di atas kasur. Perjalanan bis dari Malang ke Jogja semalam suntuk masih membuat saya ogah-ogahan untuk beranjak bangun meninggalkan selimut meskipun sebenernya saya sudah bangun sejak jam 8 tadi untuk menyantap sarapan yang disediakan oleh Hotel.
Saya menemani Egar weekend ini di Jogja untuk keperluan pekerjaan nya seperti biasa setiap bulan nya. Egar sudah tiba di jogja kemarin hari jumat, sedangkan saya menyusulnya naik bis semalam, berangkat langsung sepulang kerja di petang hari membuat saya kecapekan dan tertidur lelap di bis. Meskipun tidur nyenyak, namun ttp aja tak seenak tidur di kasur. Jam 4 subuh tiba di terminal Giwangan kota Jogjakarta, Egar pun sudah standby disana untuk menjemput saya dengan mata yang sangat enggan terbelalak, terlihat masih sangat ngantuk dan dipaksakan untuk tersadar sekedar hanya bisa menyetir mobil.

"Iya iyaaa...jam brapa sih ini?" Jawabku malas malasan.
"Hampir jam 12, aku janjian sama customer ku jam 1. Ayo ayo jangan sampai telat."

Aku pun bergegas langsung menuju kamar mandi.
Saat akan mau menggosok gigi, aku tidak menemukan sikat gigiku yg subuh tadi aku taruh dalam gelas di atas wastafel.
"Sikat gigi ku mana?" Teriakku dari kamar mandi, melongok kan setengah kepalaku dari celah pintu yang sedikit terbuka.
"Nah itu di atas wastafel.."
"Bukan....sikat gigiku gak ada, kamu ganti baru pasti??" Teriak ku
"Mana aku tau, jangan pakai sikat gigiku, punyaku yang hijau"
"Ini ada warna hijau dan ungu, punyaku merah, tapi gak ada." Sahut ku.
"Kamu lupa kali selama ini warna sikat gigimu, dr kamu datang ya warna sikat gigimu ungu itu."
Ah sudah lah. Pasti Egar yg mengganti sikat gigiku seperti biasa. Dia pikir saya lupa bedanya antara merah dan unfu. Dia selalu rajin ganti sikat gigi jika menurutnya perlu di ganti. Termasuk sikat gigiku. Menurut saya sikat gigiku masih oke, masih bagus dan belum berantakan bulu sikatnya.

Menyadari jam setengah 1 lebih namun kita masih di Hotel.
Kami langsung bergegas terburu buru lari ke parkiran mobil, Egar memacu mobil dengan kecepatan yang tidak lagi pelan seperti bukan di jogja yang seharusnya berjalan pelan menikmati suasana sepanjang jalan yang damai khas jogja.

"Huft akhirnya selesai juga urusan dengan customer, makan apa nih?" Egar kembali setelah setengah jam lebih aku menunggu di dalam mobilnya. Kulihat jam 2 kurang.
"Eemmmh, cobain sate klathak..udah pernah?"saya menyarankan.
"Boleh tuh, udah pernah coba sih tapi duluuu banget, ya udah sate klathak aja yuk."

Kami berkendara menuju Ambarukmo Plaza untuk berburu sate Klathak, ada gang kecil sebelum Ambarukmo Plaza, kami memasuki jalan kecil tersebut, nama daerah nya Nologaten.
Sate Klathak ini sudah lumayan terkenal. Sate klathak adalah sate yang cara memanggang dan menyajikan nya tidak di tusuk dengan bambu, tapi dengan besi jeruji sepeda.
Unik bukan? Jeruji-jeruji besi itu membuat daging kambing yang di bakar menjadi matang rata sampai ke dalam karena panas besi yang menjadi tusukan sate. Rasanya juga sangat khas. Sama khas dan unik nya dengan sate buntel yang kapan hari kami temukan saat blusukan kuliner di solo. Namun sate buntel adalah daging kambing yg di cacah halus, lalu dibungkus dengan lemak kambing, kemudian di tusuk dengan bambu dan dipanggang di atas bara api. Penyajian nya pun juga di lengkapi dengan tongseng kambing dan tengkleng. Tengkleng adalah masakan berkuah santan kental, pedas dan berempah seperti gule, yg di dalam nya adalah iga iga kambing yg gurih dan empuk....hmmmmm mantap.

Seusai kuliner kami kembali ke hotel.
Jam 5 sore. Kami mandi dan bersih bersih.
Seusai magrib Egar menawari untuk pergi beli makanan apa malam ini. Aku gak semangat untuk keluar2 lagi, akhirnya kami memilih manghabiskan malam minggu bermalas malasan berdua di kamar sambil nonton tivi dan memesan beberapa menu makanan di hotel saja.

Malam semakin larut, kita rebahan santai, lampu kamar sudah padam, cahaya remang yang bermalas malasan berpendar dari toilet kamar yg memang lampunya sengaja tidak kami matikan.
"Za,.." panggil Egar lirih, nafasnya benar2 bisa kurasakan di samping wajahku karena jarak muka dia dan telingaku sangat dekat.
"Iya.?" Dengan mata yang sudah terpejam saya menjawab lirih tanpa menoleh, dengan posisi wajah yg masih menghadap langit langit.
"Bagaimana ya aku dan Leya nanti, apa bisa aku sedekat ini dengan dia, semesra ini. Merasakan begitu nyaman di atas ranjang karena ada seseorang yg menemani. Karena ada seseorang yg bisa di ajak ngobrol sampai terlelap. Bisa kah?"
Mata saya terbuka dan menoleh padanya. "Jangan khawatir, gak usah takut. Semua akan terlewati sebagaimana mestinya. Kadang gunung tinggi menjulang pun di puncaknya juga datar kan?. Apapun jika sudah waktunya pasti akan bisa dilalui dengan biasa kok." Saya meremas tangan Egar yg dari tadi melingkar diperut saya. Semoga dia bisa merasa sedikit lebih tenang.

Minggu, 29 Maret 2015.
Masih terlalu pagi, namun sudah tidak begitu gelap ketika saya terbangun karena Egar meraih kepala saya untuk di dekap di pelukan nya. Kepala saya di atas dada Egar membuat saya semakin sadar terbangun karena suara degup jantungnya yg terdengar jelas di telingaku dalam beberapa waktu. Setengah 6 pagi, saya turun dari ranjang dan membuka korden jendala balkon yang lebar untuk mengijinkan sinar matahari dan udara pagi menyeruak masuk memenuhi kamar kami. Begitu segar.
Saya turun ke receptionist memesan 2 roti bakar dan diantar ke kamar untuk sarapan kami berdua.
Setengah 7 sarapan datang dan kami menghabiskan roti panggang dengan menonton televisi yang dari kemarin beritanya tetap sama, ramai di beberapa stasiun televisi. Meninggal nya komedian Olga Syahputra dan kenaikan harga BBM yg tiba tiba.
"Eh mau mandi di kolam sumber air di magelang itu gak? Sambil kasih makan ikan" Egar menawari.
"Boleh..yuk...seger pasti" timpal ku.

Setelah sarapan kami langsung pergi ke Magelang.
Kolam ini bagitu segar. Udara desa dan hamparan sawah sepanjang jalan menuju kolam benar benar menyejukan mata.
Memberi makan ikan dengan remah remah biskuit selalu membuat kami lupa waktu. Sudah siang jam 10. Kami segera menyudahi bermain dengan ikan.
Tak jauh dr kolam terdapat Candi Mendut. Kami mampir sebentar untuk berkunjung dan sedikit selfie sebelum akhirnya tepat jam 11 kami mampir makan siang di Sop Empal di daerah Muntilan. Makanan ini sangat rekomended. Warung nya kecil namun yang datang ramai banget. Berjubel riyel untuk menyantap sop dan cacahan daging empal yang empuk nya luar biasa.
Mantap.

Kami memutuskan utk segera pylang ke hotel setelah makan.
Jam 2 siang. Setiba di hotel kami langsung tidur siang. Nanti malam saya harus kembali ke Malang untuk memulai aktifitas kerja besok senin pagi.
Perjalanan semalaman di bis kadang lumayan melelahkan. Jadi butuh tenaga ekstra untuk di simpan.

Anniversary




Senin, 16 Maret 2015.

"Happy first anniversary...!!!!" Suara ku terpekik di telpon saat baru sampai di kantor pagi ini.

"Loh, anniversary kita?" Nada suara Egar seperti terdengar agak bingung di sebrang sana.

"Iya...aku awalnya mau ngucapin tadi pagi waktu kamu antar aku ke terminal, tapi lupa. Mungkin karena masih ngantuk hehe." kataku. Kami memang masih bertemu tadi pagi dan seperti biasa di senin dini hari adalah waktu rutin saya utk hijrah dr surabaya ke malang.

"Happy anniversary juga. Gak kerasa ya sudah setahun." Akhirnya dia tersadar.

Kami sedikit bernostalgia. Tentang bagaimana pertama kami bertemu, apa saja yang kami lakukan tahun lalu, dimana kami menghabiskan waktu bersama tahun lalu, dan kuliner apa yang kami makan tahun lalu.
Obrolan ringan untuk sedikit mengenang.

Selalu seperti ini.



Rabu, 25 Februari 2015.

"Aku hari ini gak masuk kerja, badanku makin gak enak" Kataku dalam pembicaraan via telpon dengan Egar.
"Masih mual? Ya udah istirahat aja" tanya Egar.

Saya memiliki sakit lambung yang dibilang lumayan parah. Sebelumnya saya sudah 3x opname di rumah sakit dengan kasus yang sama.
Dua kali di antaranya malah sampai muntah darah hingga pingsan. Dan satu kali di antaranya perlu Tranfusi darah hingga 4 kantong karena kekurangan hemoglobin yg disebabkan terlalu banyak nya darah yg dikeluarkan oleh tubuh.
Melena, begitu kata dokter menyebut sakit yang saya derita dan sering kambuh kambuhan.
Saya kurang begitu faham secara detail tentang penyakit ini. Yang saya tau ini adalah semacam sakit lambung semacam maag tapi sudah dalam kondisi yg parah hingga terjadi pendarahan lambung.
Saya akan selalu baik baik saja selama tidak telat makan, selama tidak makan pedas dan asam, selama tidak minum kopi, teh dan soda, selama tidak konsumsi makanan ber Gas, dan selama tidak stress.
Manja bukan?.

Saya BAB darah mulai semalam. Ini dikarenkan saya telat makan beberapa hari terakhir. Selera makan menghilang.
Maaf, bukan darah segar berwarna merah yang keluar melalui lubang pembuangan, tapi berwarna hitam pekat, sangat pekat sehingga saat saya flush toilet yg sudah saya pakai pun darah hitam nya masih nempel di porselen wc nya.
Saya berusaha keras mengingat, saya merasa tidak memakan makanan yg sembrono belakangan ini. Yang saya ingat hanya sebotol Cola beberapa hari lalu. Saya rasa itu bukan penyebab utama karena meski kadang saya minum Cola hanya sebotol kecil utk mengobati rasa kepingin saya, hal itu tak berefek berat, toh saya konsumsi cola mungkin 1-2 bulan sekali, itupun belum tentu.

Kondisi saya semakin lemah di kamar.
Egar menemani saya telponan sepanjang hari hingga siang.
Dia berada di Jogja dan Semarang mulai minggu lalu.
Setelah siang dan Egar menutup telpon, saya mencoba utk tidur siang. Namun tidak bisa.
Kepala semakin pusing, hingga utk berjalan ke kamar mandi pun saya harus memejamkan mata dan berpegangan tembok.
Darah semakin banyak keluar dr tubuh.
Saya memutuskan untuk pergi ke Dokter.
Saya panggil taksi menuju RSI Aisyiah di Jalan Sulawesi, Malang.
Berbicara dengan mata terpejam, saya meminta bapak supir untuk mematikan semua AC didalam kabin taksi.
Sedikit hembusan angin saja sudah membuat saya sangat mual dan menggigil.

Pukul 3 sore dengan langkah terhuyung saya jalan sendiri menuju UGD.
Dan akhir nya setelah diperiksa selama 15 menit, Dokter memutuskan utk mengambil tindakan transfusi darah dan opname.
"Habis makan apa?" Selidik dokter maski dalam nada yg halus.
"Tidak makan yg aneh aneh dok"
"Habis minum apa?" Tanya dokter lagi.
"Tidak minum yang macam macam dok, hanya sedikit Cola, itu pun beberapa hari lalu"
"Oke, berarti jangan stress..makan teratur?"
"Dua hari ini makan malam agak telat dr jam biasanya"
"Kenapa? Atau memang selalu susah makan?"
"Tidak dok, biasanya suka makan"
"Berarti jangan stress, beban pikiran kadang menghilangkan nafsu makan seseorang dan membuat orang lupa terhadap schedule makannya."
Setelah beberapa jam di UGD akhirnya saya pindah ke ruangan kamar.
Jarum infus sudah terpasang, beberapa kantong darah telah dipesan di PMI kota, berbagai menu makanan rumah sakit yg tidak membangkitkan selera bertubi tubi dihidangkan, bermacam macam obat disuguhkan agar dikonsumsi dengan sangat teratur, injeksi cairan omeprazole diberikan beberapa kali dalam sehari, dan yang pasti adalah di suntik tiap pagi guna pengambilan sample darah untuk mengetahui peningkatan hemoglobin.
Rutinitas rumah sakit yang sudah saya sangat hafal.

Jam 7 malam teman teman kantor berbondong bondong menjenguk.
Lega melihat Denta juga berada disini. Ada teman untuk ber haha-hihi membuat saya sedikit tenang.


"Tuh kan, knapa lagi sih. Pola makan mu pasti berantakan. Atau salah makan apaan? Sampai muntah darah lagi gak? Banyak?". Denta langsung mencecar saya dg pertanyaan panjang. Mungkin dia trauma dengan kejadian setahun lalu, Desember 2013. Saat saya, Denta dan temen kantor lain pergi karaoke dan jalan jalan ke Matos, saya tiba tiba muntah darah di depan mereka dan pingsan. Melihat muntahan darah berkali kali yg sebegitu banyak nya adalah hal baru yg sangat mengerikan bagi mereka, yang selama ini hanya ditemui di film atau sinetron. Seketika dengan histeris teman teman melarikan saya ke Rumah sakit.

Suasana hangat dan penuh tawa karena kehadiran mereka begitu cepat berlalu.Pukul 9 mereka pulang karena memang jam besuk yg terbatas.

Egar menangis karena selama seminggu saya di Rumah sakit dia tak bisa membesuk saya karena posisi yang masih di luar kota. Dia benar-benar menitipkan saya pada Denta kalau kalau saya butuh apa apa agar segera di bantu. Entah mau makan apa atau mau beli apa. Selama 7 hari di rumah sakit, hampir tiap hari Denta menjenguk saya sepulang kerja.
"Egar telpon aku, dia bilang tolong bantu dan penuhi kebutuhan rezza ya. Entah dia pingin makan apa atau pingin beli apa." Denta membuka pembicaraan.
"Masak sih?" Tanya saya.
"Iya. Tapi jangan bilang Egar loh. Soalnya dia kmrn bilang "jangan bilang2 reza loh Den. Pokoknya dia butuh dibantu apa ya tolongin aja. Tagihanan nya nanti aku ganti" Denta menirukan pembicaraan Egar.


Egar juga menawarkan bantuan untuk semua biaya pengobatan rumah sakit.
"Tidak perlu, aku di cover asuransi kok." Jawabku utk menolak tawarannya.
"Tapi plis kalau ada apa apa segera kontak aku ya. Jangan diam saja,"
"Iya." Jawab saya singkat. Saya terharu dengan niat baik nya. Saya tau dia butuh dana besar utk acara pernikahan dan segala tetek bengek nya. Saya faham kondisi finansial dia. Namun dia dengan baiknya menawarkan bantuan adalah hal yang sangat menyentuh meskipun saya tidak memakai uang nya satu rupiah pun.