Sabtu, 28 Maret 2015
|
"Hei, ayo bangun...sana kamu
mandi dulu." Egar mulai teriak teriak yg daritadi melihat saya bermalas
malasan di atas kasur. Perjalanan bis dari Malang ke Jogja semalam suntuk masih
membuat saya ogah-ogahan untuk beranjak bangun meninggalkan selimut meskipun
sebenernya saya sudah bangun sejak jam 8 tadi untuk menyantap sarapan yang
disediakan oleh Hotel.
Saya menemani Egar weekend ini di
Jogja untuk keperluan pekerjaan nya seperti biasa setiap bulan nya. Egar sudah
tiba di jogja kemarin hari jumat, sedangkan saya menyusulnya naik bis semalam,
berangkat langsung sepulang kerja di petang hari membuat saya kecapekan dan
tertidur lelap di bis. Meskipun tidur nyenyak, namun ttp aja tak seenak tidur
di kasur. Jam 4 subuh tiba di terminal Giwangan kota Jogjakarta, Egar pun sudah
standby disana untuk menjemput saya dengan mata yang sangat enggan terbelalak,
terlihat masih sangat ngantuk dan dipaksakan untuk tersadar sekedar hanya bisa
menyetir mobil.
"Iya iyaaa...jam brapa sih ini?" Jawabku malas malasan.
"Hampir jam 12, aku janjian sama customer ku jam 1. Ayo ayo jangan sampai telat."
Aku pun bergegas langsung menuju kamar mandi.
Saat akan mau menggosok gigi, aku tidak menemukan sikat gigiku yg subuh tadi aku taruh dalam gelas di atas wastafel.
"Sikat gigi ku mana?" Teriakku dari kamar mandi, melongok kan setengah kepalaku dari celah pintu yang sedikit terbuka.
"Nah itu di atas wastafel.."
"Bukan....sikat gigiku gak ada, kamu ganti baru pasti??" Teriak ku
"Mana aku tau, jangan pakai sikat gigiku, punyaku yang hijau"
"Ini ada warna hijau dan ungu, punyaku merah, tapi gak ada." Sahut ku.
"Kamu lupa kali selama ini warna sikat gigimu, dr kamu datang ya warna sikat gigimu ungu itu."
Ah sudah lah. Pasti Egar yg mengganti sikat gigiku seperti biasa. Dia pikir saya lupa bedanya antara merah dan unfu. Dia selalu rajin ganti sikat gigi jika menurutnya perlu di ganti. Termasuk sikat gigiku. Menurut saya sikat gigiku masih oke, masih bagus dan belum berantakan bulu sikatnya.
Menyadari jam setengah 1 lebih namun kita masih di Hotel.
Kami langsung bergegas terburu buru lari ke parkiran mobil, Egar memacu mobil dengan kecepatan yang tidak lagi pelan seperti bukan di jogja yang seharusnya berjalan pelan menikmati suasana sepanjang jalan yang damai khas jogja.
"Huft akhirnya selesai juga urusan dengan customer, makan apa nih?" Egar kembali setelah setengah jam lebih aku menunggu di dalam mobilnya. Kulihat jam 2 kurang.
"Eemmmh, cobain sate klathak..udah pernah?"saya menyarankan.
"Boleh tuh, udah pernah coba sih tapi duluuu banget, ya udah sate klathak aja yuk."
Kami berkendara menuju Ambarukmo Plaza untuk berburu sate Klathak, ada gang kecil sebelum Ambarukmo Plaza, kami memasuki jalan kecil tersebut, nama daerah nya Nologaten.
Sate Klathak ini sudah lumayan terkenal. Sate klathak adalah sate yang cara memanggang dan menyajikan nya tidak di tusuk dengan bambu, tapi dengan besi jeruji sepeda.
Unik bukan? Jeruji-jeruji besi itu membuat daging kambing yang di bakar menjadi matang rata sampai ke dalam karena panas besi yang menjadi tusukan sate. Rasanya juga sangat khas. Sama khas dan unik nya dengan sate buntel yang kapan hari kami temukan saat blusukan kuliner di solo. Namun sate buntel adalah daging kambing yg di cacah halus, lalu dibungkus dengan lemak kambing, kemudian di tusuk dengan bambu dan dipanggang di atas bara api. Penyajian nya pun juga di lengkapi dengan tongseng kambing dan tengkleng. Tengkleng adalah masakan berkuah santan kental, pedas dan berempah seperti gule, yg di dalam nya adalah iga iga kambing yg gurih dan empuk....hmmmmm mantap.
Seusai kuliner kami kembali ke hotel.
Jam 5 sore. Kami mandi dan bersih bersih.
Seusai magrib Egar menawari untuk pergi beli makanan apa malam ini. Aku gak semangat untuk keluar2 lagi, akhirnya kami memilih manghabiskan malam minggu bermalas malasan berdua di kamar sambil nonton tivi dan memesan beberapa menu makanan di hotel saja.
"Iya iyaaa...jam brapa sih ini?" Jawabku malas malasan.
"Hampir jam 12, aku janjian sama customer ku jam 1. Ayo ayo jangan sampai telat."
Aku pun bergegas langsung menuju kamar mandi.
Saat akan mau menggosok gigi, aku tidak menemukan sikat gigiku yg subuh tadi aku taruh dalam gelas di atas wastafel.
"Sikat gigi ku mana?" Teriakku dari kamar mandi, melongok kan setengah kepalaku dari celah pintu yang sedikit terbuka.
"Nah itu di atas wastafel.."
"Bukan....sikat gigiku gak ada, kamu ganti baru pasti??" Teriak ku
"Mana aku tau, jangan pakai sikat gigiku, punyaku yang hijau"
"Ini ada warna hijau dan ungu, punyaku merah, tapi gak ada." Sahut ku.
"Kamu lupa kali selama ini warna sikat gigimu, dr kamu datang ya warna sikat gigimu ungu itu."
Ah sudah lah. Pasti Egar yg mengganti sikat gigiku seperti biasa. Dia pikir saya lupa bedanya antara merah dan unfu. Dia selalu rajin ganti sikat gigi jika menurutnya perlu di ganti. Termasuk sikat gigiku. Menurut saya sikat gigiku masih oke, masih bagus dan belum berantakan bulu sikatnya.
Menyadari jam setengah 1 lebih namun kita masih di Hotel.
Kami langsung bergegas terburu buru lari ke parkiran mobil, Egar memacu mobil dengan kecepatan yang tidak lagi pelan seperti bukan di jogja yang seharusnya berjalan pelan menikmati suasana sepanjang jalan yang damai khas jogja.
"Huft akhirnya selesai juga urusan dengan customer, makan apa nih?" Egar kembali setelah setengah jam lebih aku menunggu di dalam mobilnya. Kulihat jam 2 kurang.
"Eemmmh, cobain sate klathak..udah pernah?"saya menyarankan.
"Boleh tuh, udah pernah coba sih tapi duluuu banget, ya udah sate klathak aja yuk."
Kami berkendara menuju Ambarukmo Plaza untuk berburu sate Klathak, ada gang kecil sebelum Ambarukmo Plaza, kami memasuki jalan kecil tersebut, nama daerah nya Nologaten.
Sate Klathak ini sudah lumayan terkenal. Sate klathak adalah sate yang cara memanggang dan menyajikan nya tidak di tusuk dengan bambu, tapi dengan besi jeruji sepeda.
Unik bukan? Jeruji-jeruji besi itu membuat daging kambing yang di bakar menjadi matang rata sampai ke dalam karena panas besi yang menjadi tusukan sate. Rasanya juga sangat khas. Sama khas dan unik nya dengan sate buntel yang kapan hari kami temukan saat blusukan kuliner di solo. Namun sate buntel adalah daging kambing yg di cacah halus, lalu dibungkus dengan lemak kambing, kemudian di tusuk dengan bambu dan dipanggang di atas bara api. Penyajian nya pun juga di lengkapi dengan tongseng kambing dan tengkleng. Tengkleng adalah masakan berkuah santan kental, pedas dan berempah seperti gule, yg di dalam nya adalah iga iga kambing yg gurih dan empuk....hmmmmm mantap.
Seusai kuliner kami kembali ke hotel.
Jam 5 sore. Kami mandi dan bersih bersih.
Seusai magrib Egar menawari untuk pergi beli makanan apa malam ini. Aku gak semangat untuk keluar2 lagi, akhirnya kami memilih manghabiskan malam minggu bermalas malasan berdua di kamar sambil nonton tivi dan memesan beberapa menu makanan di hotel saja.
"Za,.." panggil Egar lirih, nafasnya benar2 bisa kurasakan di samping wajahku karena jarak muka dia dan telingaku sangat dekat.
"Iya.?" Dengan mata yang sudah terpejam saya menjawab lirih tanpa menoleh, dengan posisi wajah yg masih menghadap langit langit.
"Bagaimana ya aku dan Leya nanti, apa bisa aku sedekat ini dengan dia, semesra ini. Merasakan begitu nyaman di atas ranjang karena ada seseorang yg menemani. Karena ada seseorang yg bisa di ajak ngobrol sampai terlelap. Bisa kah?"
Mata saya terbuka dan menoleh padanya. "Jangan khawatir, gak usah takut. Semua akan terlewati sebagaimana mestinya. Kadang gunung tinggi menjulang pun di puncaknya juga datar kan?. Apapun jika sudah waktunya pasti akan bisa dilalui dengan biasa kok." Saya meremas tangan Egar yg dari tadi melingkar diperut saya. Semoga dia bisa merasa sedikit lebih tenang.
Minggu, 29 Maret 2015.
Masih terlalu pagi, namun sudah tidak begitu gelap ketika saya terbangun karena Egar meraih kepala saya untuk di dekap di pelukan nya. Kepala saya di atas dada Egar membuat saya semakin sadar terbangun karena suara degup jantungnya yg terdengar jelas di telingaku dalam beberapa waktu. Setengah 6 pagi, saya turun dari ranjang dan membuka korden jendala balkon yang lebar untuk mengijinkan sinar matahari dan udara pagi menyeruak masuk memenuhi kamar kami. Begitu segar.
Saya turun ke receptionist memesan 2 roti bakar dan diantar ke kamar untuk sarapan kami berdua.
Setengah 7 sarapan datang dan kami menghabiskan roti panggang dengan menonton televisi yang dari kemarin beritanya tetap sama, ramai di beberapa stasiun televisi. Meninggal nya komedian Olga Syahputra dan kenaikan harga BBM yg tiba tiba.
"Eh mau mandi di kolam sumber air di magelang itu gak? Sambil kasih makan ikan" Egar menawari.
"Boleh..yuk...seger pasti" timpal ku.
Setelah sarapan kami langsung pergi ke Magelang.
Kolam ini bagitu segar. Udara desa dan hamparan sawah sepanjang jalan menuju kolam benar benar menyejukan mata.
Memberi makan ikan dengan remah remah biskuit selalu membuat kami lupa waktu. Sudah siang jam 10. Kami segera menyudahi bermain dengan ikan.
Tak jauh dr kolam terdapat Candi Mendut. Kami mampir sebentar untuk berkunjung dan sedikit selfie sebelum akhirnya tepat jam 11 kami mampir makan siang di Sop Empal di daerah Muntilan. Makanan ini sangat rekomended. Warung nya kecil namun yang datang ramai banget. Berjubel riyel untuk menyantap sop dan cacahan daging empal yang empuk nya luar biasa.
Mantap.
Kami memutuskan utk segera pylang ke hotel setelah makan.
Jam 2 siang. Setiba di hotel kami langsung tidur siang. Nanti malam saya harus kembali ke Malang untuk memulai aktifitas kerja besok senin pagi.
Perjalanan semalaman di bis kadang lumayan melelahkan. Jadi butuh tenaga ekstra untuk di simpan.