Thursday, January 29, 2015
Friday, January 23, 2015
Waterfall VS Beach
Sabtu, 17 Januari 2015
Weekend yang tidak biasanya.
Saya tidak menghabiskan waktu bersama Egar kali ini, terasa sangat aneh, namun ada sedikit kelegaan. Saya pergi camping dengan Denta dan beberapa teman kantor ke sebuah pantai di pesisir selatan kota Malang. Setidaknya hal ini jauh jauh jauh lebih baik daripada saya ke surabaya dan diketahui Leya, lalu ujung-ujungnya kami akan menhabiskan waktu bertiga sepanjang weekend. Saya merasa rikuh, mengingat akhir-akhir ini bagi Leya saya terkesan setiap weekend menghabiskan waktu di Surabaya.
Mungkin membiasakan diri untuk tidak bersama Egar harus mulai dijadikan sebuah kebutuhan. Jadi saya mulai beradaptasi untuk tidak bertemu dia sesering biasanya. Bukan kah nanti setelah dia menikah dan berkeluarga saya hanya mendapatkan sisa-sisa waktunya?.Atau untuk bertemu saja harus mengatur waktu yang sengaja di curi dengan tergesa gesa. Kalo saya tidak siap dengan kondisi itu saat waktunya tiba nanti, hal itu akan menjadi sangat menyiksa.
Liburaaaaaaannn....
Berlarian sepanjang bibir pantai saat senja, merasakan nafas tersengal dan dada naik turun sibuk mengatur oksigen dalam paru. Wajah memerah menjadi panas karena suhu badan meningkat. Tubuh membungkuk kelelahan dan kaki berpijak pada pasir basah yang tiap beberapa detik telapak kaki di sapu lembut oleh ombak kecil dari lautan yang luas diseberang sana.
Disebelah saya Denta, membungkuk juga karena kelelahan..kita saling menoleh, tersenyum tapi tak kuasa untuk melontarkan suara, dari wajah nya yang merah dan sorot matanya yang agak berkaca-kaca saya yakin dia mau mengatakan "Gila, capek juga ya balapan lari di atas pasir".
Kami mendongakan muka kedepan...melihat indahnya garis cakrawala batas antara langit dan samudera. Guratan warna orange menyala dan merah padam serta beberapa sembur warna biru tua menghiasi lagit dengan matahari yang sudah setengah bagiannya ditelan laut. Subhanallah. Terima Kasih atas segala keindahan ini Gusti.
Teriakan samar terdengar dari kejauhan..kami melihat teman yang lain memanggil kami dari tenda sana. Sepertinya acara masak untuk makan malam dimulai.
Kami kembali ke tenda dan mulai berbaur untuk menyiapkan makan malam.
Memasak beberapa menu masakan seperti ikan sarden, mie goreng, chicken nuget dan sosis membuat suasana tak kalah riuh dibanding dengan gulungan ombak dehadapan kami.
Gelak tawa, adu pendapat, canda dan celotehan kami semua membuat suasana begitu damai dengan duduk beralas kain seadanya di atas hamparan pasir patih yang lembut dengan semburat mega yang sudah redup karena langit yang sudah mulai temaram.
Akhirnya makanan pun matang, dijajar rapi dengan asap yang masih mengepul mengundang selera.
Makaaaaan...dengan lahap kami saling berebut lauk yang sudah matang, sesekali denting suara sendok kami beradu karena bertabrakan saat berebut sosis atau nuget haha..
Seusai makan dan merasa sangat kenyang, kami bersantai di tepi pantai yang gelap, bertelanjang kaki di atas pasir pantai yang basah, telapak kaki menjadi sangat dingin dan enak. Kami jalan ratusan meter menyusuri bibir pantai dengan candaan yang gak ada habisnya, ngobrol sana sini seadanya.
Egar telepon untuk menanyakan kabar, dan saya menyadari bahwa jam sudah hampir menunjukan pukul 10 malam.
Capek tiba tiba terasa dan kami kembali menuju tenda.
Kami 11 orang, 5 diantaranya adalah teman kantor saya, dan 5 lainya adalah temen SMA. sebenernya temen SMA saya cuma 3 sih, cuma si Tito dan Deril, mereka adalah teman SMA saya, mengajak teman dia yang biasanya selalu diajak camping bersama. Jadi jam terbang 2 teman tito ini, yaitu Ardha dan Arman sudah lumayan oke lah kalau masalah outdoor sport.
Kami dibagi 3 tenda, Denta dan 4 teman kantor saya berada dalam satu tenda yang sama.
Saya dan 5 orang teman SMA saya berada dalam 2 tenda yang berbeda, masing-masing 3 orang dalam satu tenda.
Kami mulai masuk tenda masing masing dan istirahat, toh di luar juga mulai gerimis. Saya satu tenda dengan 2 teman tito, sedangkan Tito, Deril dan Anne berada dalam tenda yang sama.
Capek membuat saya cepat tertidu. Entah berapa lama saya mulai terlelap, mungkin masih dalam hitungan belasan menit, saya merasa tangan sebelah kanan ada sesuatu yang aneh. Ada semacam gerakan yang terus menerus. Saya kaget, ternyata itu adalah "barang" milik Ardha yang sengaja di sentuh sentuhkan di tangan saya, posisi tidur dia berbaring miring ke arah saya. Saya kaget sekali. Kaki Arda pun juga sudah mulai mengangkat ke Paha saya dan hanya beberapa centimeter saja jaraknya dengan bagian intim saya. Saya melakukan beberapa gerakan untuk menunjukan bahwa saya dalam kondisi sadar, dengan harapan dia akan merasa sungkan.
Namun dia malah memegang tanganku dengan tangan nya. kakinya sudah tepat berada di bagian sensitif saya, dan saya merasakan bagian intim Ardha semakin menegang dan sengaja di gerak gerakkan. jujur saya merasa terangsang dan bagian intim saya ikut menegang saat kakinya menyentuh bagian itu. Saya merasa malu tapi sedikit penasaran. Saya beranikan tangan saya memegang bagian intim dia karena rasa keingintahuan saya yang tiba tiba muncul.
Mengetahui saya berani "menyentuhnya"m dia dengan cepat merespon menyentuh bagian intim saya dengan tangan nya. Dan saat tangan dia tepat mendarat, tiba tiba saya merasakan "bagian" saya tidak tegang lagi, tidak terangsang lagi.
Saya langsung mengingat Egar. Saya tidak bisa melakukan ini. Tidak bisa, tidak memiliki kemauan apalagi sampai terangsang.
Egar maafkan saya.
Dia berusaha membuat saya mencapai klimaks dengan segala sapuan tangannya di tubuh saya, namun saya tetap tak merasakan rangsangan.
Saya berharap Arman yang tidur di sudut tenda sana merasa terusik tidurnya dan melakukan gerakan agar segala peristiwa ini bisa buyar. namun Arman tetap diam, tak pernah bergerak, saya faham mungkin dia sama seperti saya tadi. Kelelahan membuat kami dengan sangat cepat terlelap.
Saya tidak menginginkan situasi ini.
Weekend yang tidak biasanya.
Saya tidak menghabiskan waktu bersama Egar kali ini, terasa sangat aneh, namun ada sedikit kelegaan. Saya pergi camping dengan Denta dan beberapa teman kantor ke sebuah pantai di pesisir selatan kota Malang. Setidaknya hal ini jauh jauh jauh lebih baik daripada saya ke surabaya dan diketahui Leya, lalu ujung-ujungnya kami akan menhabiskan waktu bertiga sepanjang weekend. Saya merasa rikuh, mengingat akhir-akhir ini bagi Leya saya terkesan setiap weekend menghabiskan waktu di Surabaya.
Mungkin membiasakan diri untuk tidak bersama Egar harus mulai dijadikan sebuah kebutuhan. Jadi saya mulai beradaptasi untuk tidak bertemu dia sesering biasanya. Bukan kah nanti setelah dia menikah dan berkeluarga saya hanya mendapatkan sisa-sisa waktunya?.Atau untuk bertemu saja harus mengatur waktu yang sengaja di curi dengan tergesa gesa. Kalo saya tidak siap dengan kondisi itu saat waktunya tiba nanti, hal itu akan menjadi sangat menyiksa.
Liburaaaaaaannn....
Berlarian sepanjang bibir pantai saat senja, merasakan nafas tersengal dan dada naik turun sibuk mengatur oksigen dalam paru. Wajah memerah menjadi panas karena suhu badan meningkat. Tubuh membungkuk kelelahan dan kaki berpijak pada pasir basah yang tiap beberapa detik telapak kaki di sapu lembut oleh ombak kecil dari lautan yang luas diseberang sana.
Disebelah saya Denta, membungkuk juga karena kelelahan..kita saling menoleh, tersenyum tapi tak kuasa untuk melontarkan suara, dari wajah nya yang merah dan sorot matanya yang agak berkaca-kaca saya yakin dia mau mengatakan "Gila, capek juga ya balapan lari di atas pasir".
Kami mendongakan muka kedepan...melihat indahnya garis cakrawala batas antara langit dan samudera. Guratan warna orange menyala dan merah padam serta beberapa sembur warna biru tua menghiasi lagit dengan matahari yang sudah setengah bagiannya ditelan laut. Subhanallah. Terima Kasih atas segala keindahan ini Gusti.
Teriakan samar terdengar dari kejauhan..kami melihat teman yang lain memanggil kami dari tenda sana. Sepertinya acara masak untuk makan malam dimulai.
Kami kembali ke tenda dan mulai berbaur untuk menyiapkan makan malam.
Memasak beberapa menu masakan seperti ikan sarden, mie goreng, chicken nuget dan sosis membuat suasana tak kalah riuh dibanding dengan gulungan ombak dehadapan kami.
Gelak tawa, adu pendapat, canda dan celotehan kami semua membuat suasana begitu damai dengan duduk beralas kain seadanya di atas hamparan pasir patih yang lembut dengan semburat mega yang sudah redup karena langit yang sudah mulai temaram.
Akhirnya makanan pun matang, dijajar rapi dengan asap yang masih mengepul mengundang selera.
Makaaaaan...dengan lahap kami saling berebut lauk yang sudah matang, sesekali denting suara sendok kami beradu karena bertabrakan saat berebut sosis atau nuget haha..
Seusai makan dan merasa sangat kenyang, kami bersantai di tepi pantai yang gelap, bertelanjang kaki di atas pasir pantai yang basah, telapak kaki menjadi sangat dingin dan enak. Kami jalan ratusan meter menyusuri bibir pantai dengan candaan yang gak ada habisnya, ngobrol sana sini seadanya.
Egar telepon untuk menanyakan kabar, dan saya menyadari bahwa jam sudah hampir menunjukan pukul 10 malam.
Capek tiba tiba terasa dan kami kembali menuju tenda.
Kami 11 orang, 5 diantaranya adalah teman kantor saya, dan 5 lainya adalah temen SMA. sebenernya temen SMA saya cuma 3 sih, cuma si Tito dan Deril, mereka adalah teman SMA saya, mengajak teman dia yang biasanya selalu diajak camping bersama. Jadi jam terbang 2 teman tito ini, yaitu Ardha dan Arman sudah lumayan oke lah kalau masalah outdoor sport.
Kami dibagi 3 tenda, Denta dan 4 teman kantor saya berada dalam satu tenda yang sama.
Saya dan 5 orang teman SMA saya berada dalam 2 tenda yang berbeda, masing-masing 3 orang dalam satu tenda.
Kami mulai masuk tenda masing masing dan istirahat, toh di luar juga mulai gerimis. Saya satu tenda dengan 2 teman tito, sedangkan Tito, Deril dan Anne berada dalam tenda yang sama.
Capek membuat saya cepat tertidu. Entah berapa lama saya mulai terlelap, mungkin masih dalam hitungan belasan menit, saya merasa tangan sebelah kanan ada sesuatu yang aneh. Ada semacam gerakan yang terus menerus. Saya kaget, ternyata itu adalah "barang" milik Ardha yang sengaja di sentuh sentuhkan di tangan saya, posisi tidur dia berbaring miring ke arah saya. Saya kaget sekali. Kaki Arda pun juga sudah mulai mengangkat ke Paha saya dan hanya beberapa centimeter saja jaraknya dengan bagian intim saya. Saya melakukan beberapa gerakan untuk menunjukan bahwa saya dalam kondisi sadar, dengan harapan dia akan merasa sungkan.
Namun dia malah memegang tanganku dengan tangan nya. kakinya sudah tepat berada di bagian sensitif saya, dan saya merasakan bagian intim Ardha semakin menegang dan sengaja di gerak gerakkan. jujur saya merasa terangsang dan bagian intim saya ikut menegang saat kakinya menyentuh bagian itu. Saya merasa malu tapi sedikit penasaran. Saya beranikan tangan saya memegang bagian intim dia karena rasa keingintahuan saya yang tiba tiba muncul.
Mengetahui saya berani "menyentuhnya"m dia dengan cepat merespon menyentuh bagian intim saya dengan tangan nya. Dan saat tangan dia tepat mendarat, tiba tiba saya merasakan "bagian" saya tidak tegang lagi, tidak terangsang lagi.
Saya langsung mengingat Egar. Saya tidak bisa melakukan ini. Tidak bisa, tidak memiliki kemauan apalagi sampai terangsang.
Egar maafkan saya.
Dia berusaha membuat saya mencapai klimaks dengan segala sapuan tangannya di tubuh saya, namun saya tetap tak merasakan rangsangan.
Saya berharap Arman yang tidur di sudut tenda sana merasa terusik tidurnya dan melakukan gerakan agar segala peristiwa ini bisa buyar. namun Arman tetap diam, tak pernah bergerak, saya faham mungkin dia sama seperti saya tadi. Kelelahan membuat kami dengan sangat cepat terlelap.
Saya tidak menginginkan situasi ini.
Monday, January 12, 2015
Bagaimana seharusnya.
hoaaaammm.... masih ngantuk.
semalam tidur hingga lebih dari jam 12. sore kemarin saya dan Egar ketiduran, dan bangun jam 8 malam, lalu masak bareng untuk makan malam. Mungkin karena sore sudah tidur beberapa jam, jadinya mata agak sulit dipejamkan hingga kami menyadari bahwa malam sudah sangat larut.
Jam setengah 4 tadi harus bangun, siap siap balik ke Malang. Egar mengantar saya pagi buta ke Terminal Bungurasih tiap senin dini hari.
Sampai arjosari lebih siang dari biasanya, jam 7 kurang 15 menit. biasanya jam 6 lebih 10 saya sudah di Terminal Arjosari. Entah macet dimana tadi saya kurang tau karena tertidur di dalam bis sepanjang perjalanan.
Mobil jemputan kantor yang biasanya standby di Arjosari hingga 6.40 sudah pergi, jadi saya harus naik motor ke kantor. Aaaaah perjalanan ke kantor selama 1 jam dengan motor akan bikin tambah capek dan ngantuk aja. Kalau di dalam mobil kantor kan enak, lumayan bisa dibuat tidur 1 jam. Sesampai kantor jadi agak malas-malasan, bingung mau ngapain. Blank. akhirnya saya Blogging aja hehe.
Sebenarnya saya kurang setuju kalau kehadiran saya di Surabaya weekend kemarin di ketahui Leya.
Menghabiskan 5 hari liburan natal, dan seminggu selanjutnya menghabiskan 4 hari liburan tahun baru di Surabaya dengan sepengetahuan Leya membuat saya rasa cukup. Saya bilang ke Egar kalau setiap minggu saya datang ke Surabaya akan terkesan aneh.
Namun Egar tak menggubris. Dia beranggapan jujur akan jauh lebih baik daripada menutup-nutupi. Dia khawatir kalau sekonyong-konyong Leya datang ke rumahnya dan tiba-tiba menemukanku.
Minggu saya dan Egar masak sop asparagus. Egar jago sekali masak haha. Resepnya selalu dengan takaran takaran ngawur tapi hasilnya oke. Kadang rasanya malah lebih enak daripada restoran, serius.
Tiba tiba ada mobil hitam yang parkir depan rumah Egar.
"Leya datang tuh"
"Loh? kok datang? tanyaku.
"Iya dia ajak ke gereja bareng. Sekalian sambil tanya ke Gereja Bethani untuk acara pemberkatan pernikahan nanti, ya udah sekalian aja aku minta dia bawa kaki ayam buat kaldu sup kita.Hehe" dia menyeringai.
"Dasar aji mumpung."
Leya ikut nimbrung di Dapur bersama kami. Celoteh kami bertiga beradu seru dengan dentingan dentingan piring dan panci panci di atas kompor. Gelak tawa harmonis yang mungkin hal ini memang sengaja diciptakan Egar.
Leya menyuapkan roti selai coklat untuk Egar yang sedang sibuk memecah telor. Dan leya memberiku setangkup roti selai coklat agar perutku juga sedikit terganjal.
Sambil mengaduk isi sop dan menuangkan sedikit demi sedikit maizena kedalam sepanci sup agar mengental, dalam hati saya membatin Ya Allah saya tidak faham dengan semua ini, dengan keberadaan kami bertiga. Saya tidak tau apa yang sedang Kau rencanakan sehingga kami melewati masa masa ini. Segera buat saya mengerti.
Ini benar-benar suasa berbeda. Dimana biasanya hanya aku yang menjadi Asisten koki Egar, sekarang anggota dapur bertambah satu.
Kami menyantap sup bersama di meja makan dengan sedikit tergesa.Tak terasa waktu sudah menunjukan jam 12 siang.
Setelah menghabiskan sup saya langsung pergi mandi. Leya dan Egar akan ke gereja jam 1 dan saya pun di ajak ikut.
Bethany Nginden gereja yang sangat luas dan besar. saya rasa lebih mirip semacam Hall atau Dome yang cocok untuk acara konser karena mampu menanmpung ribuan jemaat di dalam nya serta dilengkapi dengan panggung dan audio system yang lengkap.
Setelah acara gereja selesai, Leya dan Egar menuju kantor kesekretariatan Bethany untuk informasi pelayanan Pemberkatan Pernikahan serta berkeliling melihat kapel pemberkatan nikah yang nantinya akan dipakai.
Hari lumayan sore. Jam stengah 5 kami kembali pulang. Leya mengantarkan kami kembali pulang ke rumah Egar. Dan Leya segera kembali pergi pulang ke rumahnya.
Di dalam kamar Egar dan saya ngobrol tentang anggaran budget pernikahannya. Egar menghitung dengan teliti setiap pengeluaran yang akan dibelanjakan. Meneliti dengan jeli setiap rupiah benar-benar tidak terbuang sia sia.
"Za...??" tiba tiba Egar melayangkan nada bertanya.
"Hmm?"
"Aku sebenarnya bingung saat prewed di Bali nanti."nada Egar terdengar seperti khawatir.
"Bingung kenapa?"
"Saat orang yang mau nikah dan punya moment berada di luar kota beberapa hari utk acara prewed dengan calon isterinya...aku bingung..lelaki sesungguhnya itu bersikap seperti apa sih?"
"Maksudnya?"
"Check in 2 kamar berbeda kah? Atau check in satu kamar buat berdua tapi Single bed dan kita tidur beda ranjang? atau tetep satu kamar dengan double bed dan kita tidur seranjang?"Dia menjelaskan kekhawatiran nya.
Saya tertegun. Langsung bingung dan kaget atas pertanyaan nya yang super riil ini. "Begini, kalaupun yang akan pergi prewed adalah kita berdua. apa yang kamu lakukan? apakah kita akan tidur beda kamar?" saya bertanya.
"Gak lah, ya kita tidur bareng donk." jawab Egar reflek.
"Nah. Seperti itulah sikap lelaki normal sesungguhnya. Mungkin kebanyakan dari mereka akan lebih memilih tidur sekamar dengan pasangan mereka. Bukan berarti mereka mencari kesempatan untuk meniduri wanitanya, tapi untuk menjaga dan memastikan selama bepergian dengan nya si wanita akan baik baik saja hingga dipulangkan kembali ke orang tuanya. Karena mereka belum ada ikatan pernikahan apa apa."
"Oh begitu ya.?"
"Kira-kira begitu. Tapi kalau boleh aku saran, mending sewa 2 kamar. Hal ini akan terlihat bahwa kamu benar2 "menjaga dia" sampai waktu nya nanti. sampai titik pernikahan, aku rasa Leya bisa kok diberi penjelasan mengenai ini"
semalam tidur hingga lebih dari jam 12. sore kemarin saya dan Egar ketiduran, dan bangun jam 8 malam, lalu masak bareng untuk makan malam. Mungkin karena sore sudah tidur beberapa jam, jadinya mata agak sulit dipejamkan hingga kami menyadari bahwa malam sudah sangat larut.
Jam setengah 4 tadi harus bangun, siap siap balik ke Malang. Egar mengantar saya pagi buta ke Terminal Bungurasih tiap senin dini hari.
Sampai arjosari lebih siang dari biasanya, jam 7 kurang 15 menit. biasanya jam 6 lebih 10 saya sudah di Terminal Arjosari. Entah macet dimana tadi saya kurang tau karena tertidur di dalam bis sepanjang perjalanan.
Mobil jemputan kantor yang biasanya standby di Arjosari hingga 6.40 sudah pergi, jadi saya harus naik motor ke kantor. Aaaaah perjalanan ke kantor selama 1 jam dengan motor akan bikin tambah capek dan ngantuk aja. Kalau di dalam mobil kantor kan enak, lumayan bisa dibuat tidur 1 jam. Sesampai kantor jadi agak malas-malasan, bingung mau ngapain. Blank. akhirnya saya Blogging aja hehe.
Sebenarnya saya kurang setuju kalau kehadiran saya di Surabaya weekend kemarin di ketahui Leya.
Menghabiskan 5 hari liburan natal, dan seminggu selanjutnya menghabiskan 4 hari liburan tahun baru di Surabaya dengan sepengetahuan Leya membuat saya rasa cukup. Saya bilang ke Egar kalau setiap minggu saya datang ke Surabaya akan terkesan aneh.
Namun Egar tak menggubris. Dia beranggapan jujur akan jauh lebih baik daripada menutup-nutupi. Dia khawatir kalau sekonyong-konyong Leya datang ke rumahnya dan tiba-tiba menemukanku.
Minggu saya dan Egar masak sop asparagus. Egar jago sekali masak haha. Resepnya selalu dengan takaran takaran ngawur tapi hasilnya oke. Kadang rasanya malah lebih enak daripada restoran, serius.
Tiba tiba ada mobil hitam yang parkir depan rumah Egar.
"Leya datang tuh"
"Loh? kok datang? tanyaku.
"Iya dia ajak ke gereja bareng. Sekalian sambil tanya ke Gereja Bethani untuk acara pemberkatan pernikahan nanti, ya udah sekalian aja aku minta dia bawa kaki ayam buat kaldu sup kita.Hehe" dia menyeringai.
"Dasar aji mumpung."
Leya ikut nimbrung di Dapur bersama kami. Celoteh kami bertiga beradu seru dengan dentingan dentingan piring dan panci panci di atas kompor. Gelak tawa harmonis yang mungkin hal ini memang sengaja diciptakan Egar.
Leya menyuapkan roti selai coklat untuk Egar yang sedang sibuk memecah telor. Dan leya memberiku setangkup roti selai coklat agar perutku juga sedikit terganjal.
Sambil mengaduk isi sop dan menuangkan sedikit demi sedikit maizena kedalam sepanci sup agar mengental, dalam hati saya membatin Ya Allah saya tidak faham dengan semua ini, dengan keberadaan kami bertiga. Saya tidak tau apa yang sedang Kau rencanakan sehingga kami melewati masa masa ini. Segera buat saya mengerti.
Ini benar-benar suasa berbeda. Dimana biasanya hanya aku yang menjadi Asisten koki Egar, sekarang anggota dapur bertambah satu.
Kami menyantap sup bersama di meja makan dengan sedikit tergesa.Tak terasa waktu sudah menunjukan jam 12 siang.
Setelah menghabiskan sup saya langsung pergi mandi. Leya dan Egar akan ke gereja jam 1 dan saya pun di ajak ikut.
Bethany Nginden gereja yang sangat luas dan besar. saya rasa lebih mirip semacam Hall atau Dome yang cocok untuk acara konser karena mampu menanmpung ribuan jemaat di dalam nya serta dilengkapi dengan panggung dan audio system yang lengkap.
Setelah acara gereja selesai, Leya dan Egar menuju kantor kesekretariatan Bethany untuk informasi pelayanan Pemberkatan Pernikahan serta berkeliling melihat kapel pemberkatan nikah yang nantinya akan dipakai.
Hari lumayan sore. Jam stengah 5 kami kembali pulang. Leya mengantarkan kami kembali pulang ke rumah Egar. Dan Leya segera kembali pergi pulang ke rumahnya.
Di dalam kamar Egar dan saya ngobrol tentang anggaran budget pernikahannya. Egar menghitung dengan teliti setiap pengeluaran yang akan dibelanjakan. Meneliti dengan jeli setiap rupiah benar-benar tidak terbuang sia sia.
"Za...??" tiba tiba Egar melayangkan nada bertanya.
"Hmm?"
"Aku sebenarnya bingung saat prewed di Bali nanti."nada Egar terdengar seperti khawatir.
"Bingung kenapa?"
"Saat orang yang mau nikah dan punya moment berada di luar kota beberapa hari utk acara prewed dengan calon isterinya...aku bingung..lelaki sesungguhnya itu bersikap seperti apa sih?"
"Maksudnya?"
"Check in 2 kamar berbeda kah? Atau check in satu kamar buat berdua tapi Single bed dan kita tidur beda ranjang? atau tetep satu kamar dengan double bed dan kita tidur seranjang?"Dia menjelaskan kekhawatiran nya.
Saya tertegun. Langsung bingung dan kaget atas pertanyaan nya yang super riil ini. "Begini, kalaupun yang akan pergi prewed adalah kita berdua. apa yang kamu lakukan? apakah kita akan tidur beda kamar?" saya bertanya.
"Gak lah, ya kita tidur bareng donk." jawab Egar reflek.
"Nah. Seperti itulah sikap lelaki normal sesungguhnya. Mungkin kebanyakan dari mereka akan lebih memilih tidur sekamar dengan pasangan mereka. Bukan berarti mereka mencari kesempatan untuk meniduri wanitanya, tapi untuk menjaga dan memastikan selama bepergian dengan nya si wanita akan baik baik saja hingga dipulangkan kembali ke orang tuanya. Karena mereka belum ada ikatan pernikahan apa apa."
"Oh begitu ya.?"
"Kira-kira begitu. Tapi kalau boleh aku saran, mending sewa 2 kamar. Hal ini akan terlihat bahwa kamu benar2 "menjaga dia" sampai waktu nya nanti. sampai titik pernikahan, aku rasa Leya bisa kok diberi penjelasan mengenai ini"
Wednesday, January 7, 2015
Happy New Year
31 Desember 2014.
Saya di rumah saja di Malang. Acara bakar ayam dengan keluarga di malam tahun baru berlangsung sangat hangat.
Egar pergi dengan Leya untuk Diner bersama keluarga besar Leya di daerah Kenjeran Surabaya.
Jam 6 sore Egar terakhir kontak untuk berpamitan berangkat menuju Lokasi. Setengah 10 dia sudah berada di rumahnya lagi. Seperti nya gak ada acara lain selain Diner dan langsung kembali pulang setelah acara usai.
Setelah itu saya dan Egar telponan hingga jam 12 malam lebih. Kami melewati pergantian tahun bersama meski jarak membentang. Saling mendoakan satu sama lain. Semoga 2015 dijadikan tahun yang sangat baik untuk segala hal.
Jam setengah satu dini hari kami menutup telpon. Saya harus istirahat karena sudah terlalu larut, lagipula besok saya juga akan ke Surabaya lagi, menghabiskan liburan awal tahun hingga tanggal 5 di Surabaya.
Saya memejamkan mata dalam temaram lampu kamar. Telinga masih mendengar banyak suara kecil meski mata sudah menutup rapat tiada celah. Bersama dengan suara jarum jam yang menjadi lantang ada suara dalam hati saya yang menggumam lirih.
"Ya Allah jagalah hubungan baik kami berdua, hingga masing masing dari kami menua. Berikanlah saya kekuatan dan ketenangan hati."
Entah kenapa ada suara itu, kata kata yang sama dengan apa yang saya tulis saat di Semeru beberapa waktu lalu.
Saya di rumah saja di Malang. Acara bakar ayam dengan keluarga di malam tahun baru berlangsung sangat hangat.
Egar pergi dengan Leya untuk Diner bersama keluarga besar Leya di daerah Kenjeran Surabaya.
Jam 6 sore Egar terakhir kontak untuk berpamitan berangkat menuju Lokasi. Setengah 10 dia sudah berada di rumahnya lagi. Seperti nya gak ada acara lain selain Diner dan langsung kembali pulang setelah acara usai.
Setelah itu saya dan Egar telponan hingga jam 12 malam lebih. Kami melewati pergantian tahun bersama meski jarak membentang. Saling mendoakan satu sama lain. Semoga 2015 dijadikan tahun yang sangat baik untuk segala hal.
Jam setengah satu dini hari kami menutup telpon. Saya harus istirahat karena sudah terlalu larut, lagipula besok saya juga akan ke Surabaya lagi, menghabiskan liburan awal tahun hingga tanggal 5 di Surabaya.
Saya memejamkan mata dalam temaram lampu kamar. Telinga masih mendengar banyak suara kecil meski mata sudah menutup rapat tiada celah. Bersama dengan suara jarum jam yang menjadi lantang ada suara dalam hati saya yang menggumam lirih.
"Ya Allah jagalah hubungan baik kami berdua, hingga masing masing dari kami menua. Berikanlah saya kekuatan dan ketenangan hati."
Entah kenapa ada suara itu, kata kata yang sama dengan apa yang saya tulis saat di Semeru beberapa waktu lalu.
Subscribe to:
Comments (Atom)
